Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) memprediksi tingkat partisipasi publik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 bakal rendah. Ini didasari hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan rendahnya keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan kampanye calon kepala daerah (cakada).
"Kemungkinan persentase pengguna hak pilih akan rendah. Masa kampanye cerminan dari antusiasme penggunak hak pilih. Kalau masa kampanye masyarakat tak antusias, pengguna hak pilih akan rendah," ujar peneliti Perludem, Usep Hasan Sadikin, kepada Alinea, Selasa (1/12).
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, sebesar 68,9% publik tidak mengikuti kampanye cakada dalam Pilkada 2020. Hanya 3,9% mengikuti melalui media massa, 3% mengikuti melalui media sosial, serta 8,6% mengikuti dan hadir secara langsung.
Survei dilakukan terhadap 529 responden di 34 provinsi pada 24-26 November 2020. Penjawab merupakan pemilih, telah berusia 17 tahun.
Menurut Usep, pandemi Covid-19 menjadi pangkal rendahnya partisipasi publik dalam "pesta demokrasi" yang akan digelar kurang dari seminggu ini. "Survei lain menunjukkan, secara umum, hanya 30-an % yang berkeinginan pilkada tetap dilaksanakan pada Desember 2020."
"Kemungkinan, angka rata-rata pengguna hak pilih di 270 daerah ada di bawah 50%. Secara umum, partisipasi menurun jadi fenomena pemilu dalam pandemi di negara-negara lain," terangnya.
Di sisi lain, Usep menilai, rendahnya partisipasi publik dalam kampanye karena sarana dan prasarana berupa jaringan internet di Indonesia tidak merata. Kebutuhan kampanye di dunia maya tak terpenuhi, baik dari peserta maupun pemilih, apabila sarana tersebut tidak tersedia dengan baik.
"Regulasi juga jadi faktor utama. Partisipasi pemilu dalam pandemi tetap tinggi di beberapa negara karena mengubah undang-undang pemilu dalam kampanye dan layanan pemilih," terang Usep.
"Dari 270 daerah, mungkin ada daerah yang antusiasme politiknya sedang tinggi. Ini yang bisa jadi pembeda partisipasi publik rata-rata," sambungnya.
Dicontohkannya dengan Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) dan Pemilihan Umum Korea Selatan (Pemilu Korsel). Partisipasi publik dalam kontestasi di "Negeri Paman Sam" dan "Negeri Gingseng" tergolong tinggi lantaran adanya antusiasme politik.
"Perludem dan organisasi masyarakat sipil lain berpendapat, pilkada harusnya ditunda sampai ada UU Pilkada yang sesuai dengan kebutuhan pandemi," tandas Usep.