close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Bekerja sama dengan Puskesmas Mumugu, Satgas Mobile Yonif Mekanis Raider 411/Pandawa Kostrad Pos Batas Batu menggelar imunisasi dan vaksinasi campak di Kampung Mumugu, Distrik Sawa Erma, Kabupaten Asmat, Kamis (6/7/2023). /Foto dok. Puspen TNI
icon caption
Bekerja sama dengan Puskesmas Mumugu, Satgas Mobile Yonif Mekanis Raider 411/Pandawa Kostrad Pos Batas Batu menggelar imunisasi dan vaksinasi campak di Kampung Mumugu, Distrik Sawa Erma, Kabupaten Asmat, Kamis (6/7/2023). /Foto dok. Puspen TNI
Pemilu
Selasa, 05 Desember 2023 14:04

Pilpres 2024 dan urgensi pemerataan layanan kesehatan hingga Papua

Rasio ketersediaan puskesmas di Papua dan Papua Barat sangat rendah.
swipe

Pemerataan fasilitas dan layanan kesehatan bakal jadi pekerjaan rumah utama para penerus pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ke depan. CEO dan pendiri Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsi menyebut pembangunan fasilitas kesehatan terutama harus digeber di kawasan Indonesia timur. 

Sebagai gambaran, Diah membandingkan rasio jumlah puskesmas di DKI Jakarta dan Papua Barat. Puskesmas yang tersebar di Jakarta memiliki rasio 7,16% atau sekitar 7 puskesmas per 1 kecamatan. Di Papua Barat, rasionya hanya 0,29%, jauh dari rata-rata rasio nasional yang mencapai 1,4%. 

"Selain itu, dari total 10.205 puskesmas, baru 89,69% atau 9.153 puskesmas yang telah terakreditasi. Akreditasi merupakan pengakuan terhadap mutu pelayanan puskesmas," kata Diah saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

CISDI mencatat jumlah puskesmas naik dari 9.767 pada 2016 menjadi 10.292 pada 2021. Meski begitu, penyebarannya tak merata di seluruh daerah. Sebagian besar puskesmas di daerah-daerah terpencil juga tak dilengkapi dengan varian tenaga kesehatan (nakes) yang ideal. 

Menurut Diah, setiap puskesmas seharusnya digawangi oleh 9 nakes. Salah satu di antaranya ialah dokter puskesmas. Namun, baru puskesmas di DKI Jakarta saja yang bisa memenuhi prasyarat ideal itu dengan persentase mencapai 105,4%. Papua, sebagai pembanding, hanya punya rasio 8,6%. 

"Selain Papua, masih ditemukan setidaknya 15 provinsi yang tidak melewati ambang rata-rata nasional ketersediaan 9 jenis tenaga kesehatan puskesmas. Bahkan, masih terdapat 5% puskesmas tanpa dokter di Indonesia. Provinsi dengan persentase puskesmas tanpa dokter terbanyak adalah Papua (42,6%), Maluku (23%), dan Papua Barat (20,4%)," ucap Diah.

Diah mengungkapkan sejumlah akademikus dan kalangan praktisi sudah menyusun dokumen rancangan sistem kesehatan Indonesia 2024-2034. Dokumen rekomendasi kebijakan itu dalam seminar bertajuk "Health Sector Development (2024-2034)" di Shangri La Hotel, Jakarta, pertengahan November lalu. 

Salah satu rekomendasi CISDI dan kawan-kawan ialah pembentukan Majelis Kesehatan Indonesia yang beranggotakan wakil pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. "Melalui majelis itu, komunitas dan pemerintah daerah dapat terlibat aktif dalam prioritasisasi dan pembuatan kebijakan kesehatan berbasis kebutuhan," ucap Diah.

Rekomendasi lainnya ialah penguatan sistem kesehatan yang berorientasi investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang, kata Diah, perlu sokongan dukungan politik negara. Bentuknya bisa berupa pengalokasian penerimaan negara dari cukai produk tembakau dan minuman manis dalam kemasan ke sektor kesehatan. 

Selain itu, Diah mengatakan pemerintah juga perlu aktif mengintegrasikan kebijakan kesehatan global sistem kesehatan nasional. Tak kalah penting, perlu dirancang sistem mewujudkan lingkungan kerja yang layak bagi tenaga kesehatan dan kader kesehatan. 

"Selain itu, ketidakmerataan kuantitas dan kualitas akses pendidikan profesional bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan juga masih menjadi isu yang harus diperhatikan oleh seluruh pemangku kepentingan," jelas Diah.

Isu kesehatan menjadi salah satu perhatian utama pasangan kandidat yang berlaga di Pilpres 2024. Setiap pasangan punya program andalan masing-masing. Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, misalnya, merencanakan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan satu paket dalam program peningkatan fasilitas kota.  

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berencana memperkuat adan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, mengoptimalkan akses pelayanan serta penyediaan obat yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Di antara lainnya, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengusung program Satu Desa, Satu Fasilitas Kesehatan, dan Satu Tenaga Kesehatan. Program itu didesain untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat di semua wilayah Indonesia mengakses layanan kesehatan.

Diah berharap kajian yang dibikin CISDI dan kawan-kawan jadi bahan pertimbangan pemimpin baru Indonesia sebelum mengeksekusi program-program di bidang kesehatan. "Pemerintah terpilih pada 2024 semoga melaksanakan rekomendasi kami untuk  dilaksanakan hingga 2034," ucap Diah.

Calon presiden Ganjar Pranowo berbincang dengan anak-anak Papua dalam salah satu momen kampanye di Merauke, November 2023. /Foto Instagram @ganjar_pranowo

Urgensi pemerataan

Anggota Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth membenarkan kondisi fasilitas kesehatan di Papua masih sangat buruk. Ia sepakat peningkatan kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan di Papua harus jadi perhatian utama pasangan kandidat pemenang Pilpres 2024 nanti.

"Sarana dan prasarana kesehatan harus tersedia merata di seluruh kampung di Papua, mulai dari tenaga kesehatan, semisal dokter atau minimal mantri, ambulans, dan obat-obatan," ucap Adriana kepada Alinea.id, Senin (4/12).

Khusus wilayah konflik, menurut Adriana, negara perlu hadir untuk menjamin keamanan bagi tenaga kesehatan dan melindungi fasilitas kesehatan dari serangan kelompok kriminal. Di area perkotaan, perlu dibangun rumah sakit dengan kamar operasi untuk menangani ibu hamil. 

Fasilitas kesehatan juga harus dilengkapi dengan peralatan dan tenaga kesehatan yang mumpuni dalam penyakit endemik yang rutin mewabah di Papua. Penyakit-penyakit degeneratif seperti jantung dan hipertensi juga harus jadi prioritas untuk ditangani. 

"Sementara itu, di daerah-daerah konflik juga perlu ada program-program trauma healing, termasuk menyediakan atau membangun kembali pelayanan kesehatan bagi pengungsi internal atau internally displaced persons," kata Adriana. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan