Pindah sekoci kaum relawan
Fenomena kelompok relawan pindah haluan kembali terpentas di panggung Pilpres 2024. Teranyar, kelompok Relawan Turun Tangan mendeklarasikan dukungan pada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran). Kelompok relawan itu diinisiasi capres nomor urut 01 Anies Baswedan saat menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada 2015.
Ketua Relawan Turun Tangan Khoirul Mujahid berdalih kelompoknya dijadikan alat pemenangan oleh Anies tanpa kesepakatan terlebih dahulu. Usai debat ketiga Pilpres 2024, menurut Khoirul, kader-kader Relawan Turun Tangan sepakat mengalihkan dukungan dan mengubah nama kelompoknya menjadi Jenderal Muda 08.
Khoirul mengaku tak setuju dengan cara debat Anies yang cenderung menyerang personal Prabowo. "Nah, itu mungkin bagi kami adalah sikap-sikap yang kurang etis," kata dia dalam jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Jumat (12/1).
Di kubu Ganjar Pranowo, kelompok relawan Sahabat Ganjar Pranowo (SGP) juga pindah sekoci. Tanpa merinci, Ketum SGP Ahmad Muchdor Ihsan alias Gus Muchdor mengatakan SGP menarik dukungan karena ia dan rekan-rekannya merasa diinjak-injak harga dirinya.
"Itu alasan kenapa SGP kita bubarkan dan kita menarik dukungan dari Ganjar Pranowo," ucap Gus Muchdor dalam jumpa pers yang sama. Setelah dibubarkan, SGP kini berganti nama menjadi Barisan Santri Indonesia.
Ini bukan kali pertama kelompok relawan pindah haluan. Praktik semacam itu sudah dilakoni Jokowi Mania (Joman). Sempat mendukung Ganjar, kelompok relawan yang dipimpin Immanuel Ebenezer alias Noel itu kini berada di barisan pendukung Prabowo-Gibran.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Bakir Ihsan menilai pembelotan-pembelotan kelompok relawan yang beroperasi di Pilpres 2024 mengindikasikan pragmatisme politik yang kuat di kalangan relawan.
"Mereka yang pindah itu pragmatis dan transaksional, mengharapkan insentif yang didasarkan pada kepentingan sesaat. Mereka belakangan hadir, lalu kecewa, dan pindah ke lain hati," kata Bakir kepada Alinea.id, Senin (15/1).
Kelompok relawan yang pragmatis, kata Bakir, menjual dukungannya dengan harapan mendapatkan imbalan. Walhasil, manuver-manuver politis mereka selalu berbasis kalkulasi untung-rugi.
Menurut Bakir, bukan tidak mungkin kelompok relawan itu kembali membelot jika paslon yang mereka dukung berpotensi kalah. "Karena mereka tidak punya jaminan konsistensi, tergantung pada detik terakhir angin berembus," imbuh dia.
Di lain sisi, Bakir menilai manuver pindah sekoci juga bisa saja diiniasi kubu lawan politik. Tujuannya untuk menggerus kekuatan politik kompetitor mereka. "Untuk pindah dukungan atau menjadi ragu- ragu terhadap calon yang didukung," kata dia.
Guru besar ilmu politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan sepakat kalkulasi peluang menang jadi pertimbangan kelompok relawan pragmatis untuk pindah haluan. Ia menyebut kelompok semacam itu sebenarnya tak pantas menyandang nama relawan.
"Tetapi, pakai saja nama simpatisan karena relawan itu mendukung atas kesamaan visi-misi dengan kandidat, bukan karena peluang kemenangan," ucap Cecep kepada Alinea.id, Senin (15/1).
Sebagaimana namanya, menurut Cecep, kelompok relawan seharusnya hadir membantu para kandidat dengan sukarela. Imbalan kue kekuasaan semestinya tidak jadi pertimbangan bagi kelompok relawan untuk berkeringat memenangkan jagoan mereka.
"Relawan di kita itu sudah bergeser. Relawan itu kan membantu atas dasar sukarela. Kalau pasangan mau menang atau kalah, ya, enggak apa-apa. Saya yakin relawan politik yang sebenarnya masih ada, tetapi banyak juga orang yang mendompleng atas nama relawan," ucap Cecep.
Tidak berefek?
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mencermati gerakan relawan yang beroperasi di Pilpres 2024 tak seperti dulu. Menurut dia, kelompok relawan yang ada sekarang ini cenderung diorganisasi oleh elite-elite politik.
"Bukan mengakar dengan basis pemilih besar di bawah. Mereka yang berpindah haluan itu lebih banyak justru bukan relawan yang memiliki garis koordinasi dengan kandidat," ucap Dedi kepada Alinea.id, Senin (15/1).
Dedi memandang perpindahan kelompok relawan dari satu kubu ke kubu lainnya tidak memberi efek elektoral yang signifikan. Menurut dia, perpindahan kelompok relawan digembar-gemborkan hanya sebagai materi propaganda.
"Tidak sampai membawa gerbong suara. Relawan yang pindah itu lebih banyak yang pragmatis. Relawan yang idealis cenderung sudah selesai dengan soal pilihan sehingga ketika bergabung itu akan sulit berpindah," ucap Dedi.
Selain kelompok relawan, praktik pindah sekoci juga dipentaskan di tingkat individual. Awal Januari lalu, Wakil Direktur Representatif Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Zieko CH Odang dan juru kampanye nasional Ganjar Mahfud, Luhut Parlinggoman Siahaan mundur dari jabatannya dan bergabung dengan kubu Prabowo-Gibran.
Fenomena serupa terjadi di kalangan politikus. Belum lama ini, kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Witjaksono mendeklarasikan PPP Perjuangan. Tujuannya tak lain untuk mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Buntut manuver itu, Witjaksono dipecat dari PPP.