Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Hasto Kristiyanto, menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno merupakan ahli dalam kritik. Namun demikian, paslon 02 itu sama sekali tidak punya program kerja yang otentik.
“Pak Prabowo dan Sandi ahli dalam kritik, tetapi tidak punya program otentik,” kata Hasto menanggapi pernyataan paslon nomor urut 02 dalam debat terakhir Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta pada Sabtu, (13/4).
Hasto menilai, Prabowo kerap menyampaikan kritik tajamnya kepada Jokowi. Namun sebaliknya, tak ada yang ditawarkan terkait strategi dan kebijakan nyata untuk mengatasi persoalan yang disampaikan Ketua Umum Gerindra tersebut. Hal ini, kata Hasto, mencerminkan keputusasaan akibat tidak adanya program kerja otentik yang mampu mengungguli keberhasilan Jokowi selama 4,5 tahun memimpin negeri.
Hasto mengatakan, calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, dalam pemaparannya pada debat terakhir kali ini terjebak pada memori persoalan lama. Itu terlihat dari cara Prabowo menyampaikan pendapatnya mengenai sejumlah persoalan dengan fasih. Menurutnya, ini merupakan bukti kuatnya jebakan persoalan lama yang tersimpan kuat dalam memori Prabowo.
“Seperti yang telah diduga sebelumnya, Pak Prabowo terjebak pada memori persoalan lama,” kata Hasto Kristiyanto.
Sementara capres nomor urut 01, Joko Widodo, Hasto mengatakan, dalam menyampaikan komitmennya untuk mengembalikan karakter asli pembangunan ekonomi Indonesia,menempatkan aspek pertumbuhan, pemerataan, dan keadilan melalui kebijakan Indonesia sentries. Menurutnya, pola pembangunan tersebut menjadi bukti adanya perubahan fundamental karakter perekonomian Indonesia.
Menurut Hasto, Indonesia saat ini sedang berbenah melalui pembangunan secara masif di bidang infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan daya tarik investasi, serta menggelorakan martabat, kemandirian, dan daya saing bangsa. Inilah yang menjadi tugas utama Presiden Jokowi.
“Kelemahan Prabowo-Sandiaga terletak pada ketidakmampuan melihat prestasi yang telah dicapai oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Semua dikatakan salah arah, tidak ada strategi, dan terjadi de-industrialisasi,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu.
“Padahal, faktanya pertumbuhan investasi dan industri manufaktur saja saat ini mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.” (Ant)