Pasangan capres-cawapres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bertekad menolak hasil penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum. Pasangan ini menuding Pemilu Presiden 2019 berlangsung penuh kecurangan.
Meski menolak hasil Pilpres, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon memastikan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak akan mengajukan gugatan pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi itu mengungkapkan, langkah tersebut dipilih karena mereka tak percaya lagi kepada para hakim MK. Fadli mengaku masih kecewa dengan putusan MK pada Pemilu 2014 yang menolak gugatan Prabowo-Hatta Rajasa.
"Pengalaman mengajukan ke MK pada 2014 dengan sejumlah bukti kecurangan yang begitu besar, berkontainer-kontainer waktu itu, saksinya memang kita bagi tugas ada dari PKS. Tapi tidak ada satu boks pun yang dibuka MK. Jadi, MK itu enggak ada gunanya dalam persoalan memberikan putusan soal pemilu karena pengalaman yang lalu. Saya yakin Pak Prabowo dan Pak Sandi tak akan tempuh jalan MK," katanya.
Wakil Ketua DPR itu merasa menempuh langkah hukum akan sia-sia jika tetap memaksakan gugatan ke MK. Dia meyakini bukti-bukti dari BPN tak akan ditindaklanjuti oleh majelis hakim MK.
"Jadi alur ke MK itu kami merasa adalah jalur yang sia-sia. Pengalaman dari yang lalu jadi prosedur yang begitu panjang tidak ada satu bukti pun yang dibuka. Padahal waktu itu sudah diperiksa, bahkan sudah dipakaikan materai dan lainnya, tapi tidak ada satupun yang diperiksa," katanya.
Kendati demikian, Fadli tak bisa menjamin tidak adanya aksi protes dari pendukung Prabowo-Sandi jika memang 22 Mei nanti dinyatakan kalah. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada para pendukung Prabowo-Sandi. Menurut dia, aksi protes merupakan hal yang wajar dan bukan termasuk tindakan makar.
"Kalau masyarakat protes ke jalan itu adalah sah dan konstitusional karena yang diprotes adakah kecurangan. Itu bukan makar. People power itu bukan makar, people power adalah suatu yang sah dan kontitusional kalau ada yang mengatakan people power itu makar itu salah sekali," katanya.
Hal serupa juga disampaikan juru bicara BPN Prabowo-Sandi Dahnil Anzhar Simanjuntak. Dia mengaku sudah tak percaya dengan lembaga sekaliber MK karena merasa hukum telah dieksploitasi pemerintah.
"Saat pencoblosan dan pasca, kami kehilangan trust ke proses hukum. Kami lihat ada makar terhadap hukum secara masif. Hukum diinterpretasikan siapa yang paling kuat. Hukum kita seperti hukum rimba, yang kuat menentukan tafsir siapa yang benar dan salah. Termasuk keputusan ke MK ada distrust, kami tak akan lakukan gugatan ke MK," katanya saat ditemui Alinea.id di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran, Jakarta, Rabu(15/5).
Saat ditanyakan awak media apakah ini merupakan langkah Prabowo-Sandi untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah terpilih, Dahnil enggan menjelaskannya. Ia hanya menegaskan, paslon 02 menolak hasil Pilrpes 2019.
"Apakah ini langkah untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang nanti terpilih makanya tidak mau ke MK? Kami menolak hasil pemilu. Apakah ini bentuk boikot terhadap pemerintahan yang nanti terpilih? Kami menolak pokoknya," kata Dahnil.
Sadar kalah
Menyikapi hal tersebut, peneliti politik dan keamanan Universitas Padjadjaran Muradi melihat kubu Prabawo-Sandi sudah menyadari dirinya akan kalah.
"Makanya mereka tidak berani melakukan gugatan ke MK," katanya secara terpisah.
Dia melihat ada tiga kemungkinan skenario yang sedang dimainkan oleh Prabowo-Sandi di balik tidak ingin melakukan gugatan ke MK. Pertama, ingin membangun persepsi publik seolah-olah pemenang pemilu tidak memiliki legitimasi.
"Sehingga tak perlu diikuti," kata Muradi.
Kedua, Prabowo-Sandi tengah mengembangkan narasi menang, curang, dan perang, sebagai upaya politik mendeligitimasi hasil pemilu karena tak yakin bisa menang di MK.
"Ini soal narasi menang, curang, dan perang, yang dari awal mereka gelorakan. Mereka telah masuk dalam perdebatan itu. Karena kalau mereka menempuh jalur ke MK mereka tahu akan kalah," katanya.
Kemudian yang terakhir, Muradi memandang kubu Prabawo-Sandi sedang kebingungan menahan serangan balik isu kekalahan. Sebab, tak bisa dimungkiri hasil Situng KPU berefek negatif bagi Prabowo-Sandi dan akar rumputnya.
"Makanya mereka cari narasi lain bagaimana caranya meng-counter isu data dari Situng KPU yang menunjukan keunggulan bagi pasangan 01," jelasnya.
Muradi pun meyakini kubu Prabawo-Sandi tak percaya diri melakukan gugatan ke MK. Alasannya, selisih suara Prabowo-Sandi dengan Jokowi-Ma'ruf berbanding cukup jauh.
"MK itu kalau selisihnya lebih dari 4% dari 3%, sudah enggak mau (memproses) mereka. Enggak mau mereka memproses. Artinya mereka tahu bahwa mereka akan kalah kalau ke MK," katanya.
Muradi melihat penggiringan persepsi yang dilakukan Prabowo-Sandi tak akan berefek signifikan bagi masyarakat. "Sebab mereka belum bisa membuktikan bukti yang kuat mengenai kecurangan," katanya.
Muradi pun menganalisis, sepertinya Prabowo-Sandi sengaja melakukan manuver politik dengan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap hasil pemilu. Hal itu dilakukan hanya untuk menaikkan nilai tawar politiknya guna menentukan posisi strategis di lima tahun kedepan.
"Analisis sederhananya adalah ini mereka sedang membangun political bergaining yang sedang dibangun. Untuk apa? Untuk posisi, dan lain sebagainya. Jadi ini simple-nya ini bergaining position agar makin tinggi daya tawarnya," tegasnya.