Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merampungkan rekapitulasi suara Pilpres 2019. Dari data rekapitulasi yang diumumkan KPU, pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf) meraup 86.607.362 suara atau mendapatkan 55,5% dari total suara sah.
Di sisi lain, pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi) hanya meraup 68.650.239 suara atau 44,50% dari total 154.257.601 suara sah yang masuk ke database sistem informasi penghitungan suara (Situng) KPU.
Sebelumnya, KPU telah merencanakan mengumumkan hasil rekapitulasi suara pada Rabu (22/5) besok. Namun, Ketua KPU Arief Budiman membuka kemungkinan mengumumkan hasil rekapitulasi suara KPU lebih cepat dari jadwal semula.
"Bisa (diumumkan). Kalau hari ini yang diumumkan itu hasil perolehan suaranya," kata Arief di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (20/5).
Usai pengumuman hasil rekapitulasi suara, Arief mengatakan, KPU bakal menunggu selama 3x24 jam. Jika tidak ada pihak yang mengajukan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK), maka KPU akan menetapkan pemenang Pilpres 2019. "Baru ditetapkan calon terpilihnya siapa," ujar dia.
KPU menuntaskan rekapitulasi suara di tengah bergulirnya rencana aksi unjuk rasa menolak pengumuman hasil rekapitulasi yang diinisiasi kubu Prabowo-Sandi pada 22 Mei mendatang. Sejumlah peserta aksi bahkan telah mulai memasuki Ibu Kota dari berbagai daerah sejak beberapa hari lalu.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, aksi unjuk rasa di jalanan tak akan berpengaruh sama sekali terhadap hasil Pilpres 2019. Menurut Titi, hasil rekapitulasi KPU yang mengunggulkan Jokowi-Ma'ruf hanya bisa dikoreksi oleh putusan MK.
"Kalau memang ada bukti kecurangan, bukti manipulasi, sesungguhnya bukti-bukti itu yang harus diperjuangkan ketika proses rekap manual berjenjang ataupun nanti ketika ada gugatan atau persengketaan hasil pemilu di MK," ujar dia.
Lebih jauh, Titi pun mempertanyakan ketidakkompakan antara narasi kecurangan yang digaungkan para demonstran dengan sikap politik kubu Prabowo-Sandi saat rekapitulasi suara di kecamatan dan di tingkat nasional.
"Yang menjadi aneh dan amomali ketika proses rekapitulasi tidak ada keberatan, tidak adu data. Namun, sekarang turun ke jalan mengatakan ada manipulasi data, manipulasi angka. Ini kan ini ada anomali atau ada premis yang tidak ketemu," kata dia.
Hal senada disampaikan oleh Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso. Ia mengatakan kecurangan dalam pemilu di negara demokrasi merupakan hal yang lazim terjadi dan sudah diatur detail dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Yakni dengan melakukan gugatan ke MK jika ada kecurangan. Jadi, kalau punya bukti itu ajukan ke MK. Jadikan bukti itu untuk memperkuat dalil Anda jika ada kecurangan," katanya
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mempersilakan kelompok-kelompok masyarakat yang ingin memprotes hasil rekapitulasi KPU. Namun demikian, ia berharap kubu yang kalah menempuh mekanisme hukum yang ada terkait sengketa hasil pemilu.
"Mekanisme pemilu menunjukkan bahwa ada tata cara proses dan prosedur. Kalau tidak cocok dengan hasil KPU, bisa gugat ke Bawaslu. Dari Bawaslu kita bawa ke mekanisme terakhir, Mahkamah Konstitusi. Ayo kita ikuti prosedur itu. Parpol harus ikut dan taat pada prosedur," ujar Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin.
Lebih jauh, Cak Imin menegaskan kader-kader dari partainya tidak akan meramaikan aksi unjuk rasa 22 Mei. "PKB tidak usah mengimbau. Kader PKB udah pasti diinstruksikan untuk di rumah, nonton TV menunggu hasil perolehan. Tidak ada kumpul-kumpul, tidak ada aksi-aksian," kata dia. (Ant)