Presiden kedua RI Soeharto seolah "bangkit dari kubur." Mengenakan batik bercorak parang berwarna kuning dan peci hitam, Soeharto terekam bermonolog dalam sebuah video yang diunggah Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa di akun Twitter (kini X), @erwinaksa_id, Minggu (7/1) lalu.
Selama kurang lebih tiga menit, Soeharto berbicara. Kedua belah lengannya diposisikan berada di atas meja. Jari-jarinya terkatup. Di belakang sosok itu, terlihat samar dua buah bendera. Pada sisi kiri, bendera Indonesia. Pada sisi kanan, ada bendera warna kuning khas Partai Golkar.
"Saya Presiden Soeharto, Presiden Indonesia yang kedua, mengajak Anda untuk memilih wakil rakyat," kata pria beruban itu. Logat khas Soehato dengan aksen 'e' terdengar jelas saat melafalkan penggalan kata berakhiran 'kan'.
Dia bercerita saat jadi presiden punya mimpi mendorong Indonesia yang maju dan sejahtera. Impian itu terutama diwujudkan lewat pembangunan infrastruktur yang masif. "Presiden Jokowi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melanjutkan pekerjaan yang hebat ini," ujar dia.
Sosok itu tentu saja bukan Soeharto beneran. Soeharto 'tiruan' itu dibikin lewat teknologi artificial intelegence (AI) atau kecerdasan buatan. Soeharto yang asli sudah meninggal pada 27 Januari 2008, sekitar 10 tahun setelah ia digulingkan dari kursi kekuasaan.
Meksi begitu, Soeharto tiruan itu juga bikin publik geram. Warganet beramai-ramai menyerang akun X milik Erwin Aksa yang kali pertama menyebar video tersebut.
"Orang yang sudah meninggal lama terus dihidupkan kembali dengan teknologi AI, berpidato mendukung Golkar. Di mana moral dan adab," tulis akun X, @mashzairin. Warganet lainnya melontarkan kritik bernuansa senada.
Di Instagramnya, Erwin Aksa membenarkan bahwa sosok Soeharto itu dibuat menggunakan teknologi AI. "Untuk mengingatkan kita betapa pentingnya suara kita dalam pemilihan umum yang akan menentukan masa depan agar harapan rakyat Indonesia terwujud dan sejahtera," kata caleg Golkar tersebut.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo berpendapat Soeharto versi AI dibikin sebagai upaya merekonstruksi citra "sesepuh" Golkar itu. Semasa hidup, Soeharto punya citra negatif sebagai pemimpin yang korup dan otoriter saat berkuasa selama era Orde Baru..
"Karena Soeharto menjadi public enemy, menjadi musuh masyarakat. Sama seperti Bung Karno pada zaman Orde Baru yang dianggap terlibat G30/S (Partai Komunis Indonesia/PKI)1965," kata Suko kepada Alinea.id, Rabu (10/1).
Menurut Suko, Golkar mencoba "membangun" memori baru mengenai Soeharto di kalangan generasi muda. Pasalnya, mayoritas generasi Z tidak punya memori kolektif terhadap sosok yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan itu. Sosok Soeharto, kata Suko, umumnya masih dipuja kalangan masyarakat desa di sejumlah daerah di Jawa.
"Jadi, ada kontradiksi antara netizen dengan yang di ruang manual. Di kalangan masyarakat bawah itu muncul pujaan terhadap Soeharto. Tapi, di sisi lain ada juga yang melihat (kritikan warganet itu bentuk) kebencian pada Erwin Aksa. Bisa jadi bukan kepada Soeharto," kata Suko.
Suko menganggap wajar jika sebagian warganet bereaksi keras saat melihat Soeharto dihidupkan kembali. Penghuni jagat maya yang kritis pasti paham bahwa Soeharto meninggalkan banyak warisan yang buruk saat berkuasa.
"Memang di kalangan masyarakat ada yang menganggap Soeharto itu rezim korup. Perbuatan korup itulah yang dibenci anak-anak netizen itu. Tetapi, ada juga narasi lawannya, yakni korupsi pada masa Orde Baru dianggap tidak separah sekarang," ucap Suko.
Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menganggap wajar bila Golkar melibatkan mendiang Soeharto dalam kampanye pemilu. Menurut dia, mayoritas pemilih di Pemilu 2024 merupakan kaum muda yang tidak mengenal sosok Soeharto secara utuh.
"Tidak salah sebetulnya karena yang melakukan itu adalah Golkar. Meskipun tidak akan banyak yang dihasilkan. Generasi hari ini jumlahnya tentu jauh lebih besar dan di sisi lain tidak mengenal Soeharto," ucap Dedi kepada Alinea.id, Rabu (10/12).
Partai Golkar, kata Dedi, juga berkepentingan untuk mendompleng jasa Soeharto membangun Indonesia. Apalagi, ada kesamaan antara rezim Jokowi dan era Orde Baru yang fokus pada pembangunan infrastruktur secara masif.
"Karena itu, Soeharto yang sudah tidak ada dijadikan sebagai materi kampanye. Mungkin (untuk mengingatkan) kelompok masyarakat tertentu yang dirasa kurang menghormati yang telah dilakukan oleh rezim Soeharto. Padahal, semasa hidup Soeharto juga tidak pernah mengkampanyekan Golkar," ujar Dedi.