close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Warga memasukkan surat suara ke dalam kotak usai melakukan pencoblosan pada simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2019 di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (4/4)./AntaraFoto
icon caption
Warga memasukkan surat suara ke dalam kotak usai melakukan pencoblosan pada simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2019 di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (4/4)./AntaraFoto
Pemilu
Kamis, 04 April 2019 16:31

Ribuan kelompok rentan di Sulsel terancam kehilangan hak pilih

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan temuannya seusai terjun langsung ke lapangan
swipe

Ribuan penderita kusta, warga binaan, dan masyarakat adat di Sulawesi Selatan terancam kehilangan hak pilihnya. 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan temuannya seusai terjun langsung ke lapangan untuk memantau proses pemilu dan potensi pelanggaran HAM.

"Kami menemukan beberapa komunitas di Sulawesi Selatan yang tidak mendapatkan sosialisasi pemilu dan alat peraga," tutur Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Beka Ulung Hapsari dalam Konferensi Pers Temuan Penting dan Catatan Kritis Pemantauan Persiapan Penyelenggaran Pileg 2019 dan Pilpres 2019, yang berlangsung di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (4/4). 

Beberapa daerah di Sulawesi Selatan menjadi lokalisasi bagi penderita kusta. Meskipun membaur dengan pemukiman warga, namun tetap saja belum tersentuh petugas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). 

"Petugas dari KPU, PPS, KPPS itu seperti enggan untuk sosialisasi ke daerah tersebut, karena takut atau ada stigmatisasi bagi penderita kusta. Jadi mereka khawatir tertular," ujar Beka.

Selain penderita kusta, 4.673 warga binaan di Sulawesi Selatan juga terancam kehilangan hak pilih. Berdasarkan temuan Komnas HAM, hanya 5.961 warga binaan di Sulawesi Selatan yang telah terdaftar Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Dia mengaku telah berkunjung ke kepolisian, dan memperoleh informas belum ada rekomendasi dari KPU menyangkut persoalan hak pilih warga binaan. Hal demikian merupakan contoh kurangnya koordinasi antar lembaga yang bertanggung jawab atas hak pilih warga binaan. 

"Saya melihat, kurangnya koordinasi antar lembaga, dari Lapas, Polda, Bawaslu, dan  lembaga terkait lainnya. Masing-masing seperti kebingungan untuk menyikapi bagaimana nasib warga binaan lapas yang belum bisa memilih," kata Beka.

Persoalan semacam ini sebenarnya bisa dituntaskan melalui koordinasi yang intensif antara penyelenggara pemilu dan pihak terkait. Sehingga seluruh warga negara yang sudah memenuhi syarat bisa terfasilitasi.

Selain itu, masyarakat adat di Sulawesi Selatan juga terancam kehilangan hak pilihnya. Misalkan saja, Suku Kajang di Sulawesi Selatan yang memegang kepercayaan untuk tidak mau difoto.
Suku Kajang belum melakukan perekaman e-KTP karena menyangkut kepercayaan untuk tidak melepaskan ikat kepala. Suku Kajang tidak mendapat akses memilih karena tidak mempunyai e-KTP.

"Saya kira harus menjadi perhatian penyelenggara pemilu, seperti apa menyikapinya. Jadi, kalau memang tidak mau difoto, bagaimana kemudian strategi dan kebijakan secara teknis untuk mengatasi hal tersebut," kata Beka. 
 

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan