Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadirkan pakar IT, yakni Marsudi Wahyu Kisworo dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) keempat di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam persidangan tersebut, Marsudi menjelaskan terkait Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU. Menurutnya, Situng dirancang untuk sarana transparansi penghitungan suara ke masyarakat, bukan sebagai sistem penghitungan suara.
Selain itu, Situng juga berguna untuk melakukan fungsi kontrol yang ditampilkan dalam website. "Dia (website Situng) merupakan virtualisasi dari Situng sesungguhnya yang ada di dalam," ujar Marsudi dalam sidang PHPU keempat di MK, Kamis (20/6).
Situng merupakan sebuah aplikasi yang dirancang pada 2003, sah dalam UU, dan inputnya dilakukan secara manual.
"Situng itu hanyalah salah satu dari 19 aplikasi sistem pemilu yang dirancang arsitekturnya pada 2003. Waktu dirancang dulu dan keadaan sekarang, UU menyatakan yang sah adalah penghitungan berjenjang secara manual yang dilakukan mulai dari tingkat TPS hingga KPU pusat," kata Marsudi.
Dengan demikian, Situng yang sesungguhnya hanya bisa diakses di dalam KPU. Situng sendiri sebenarnya terdapat di tiga lokasi. Pertama di KPU, sedangkan untuk lokasi kedua dan ketiga hanya diketahui oleh pihak KPU saja.
"Misalnya, kalau KPU kejatuhan pesawat, maka di lokasi dua dan tiga masih bisa (cadangan)," katanya.
Marsudi menilai, kesalahan entri pada Situng tidak berdampak pada rekapitulasi berjenjang. Kesalahan entri di Situng akan dikoreksi pada tingkat rekapitulasi suara berjenjang.
Kesalahan dalam entri Situng juga bukan bagian dari rekayasa rekapitulasi suara berjenjang. Hal itu sangat sulit lantaran rekapitulasi suara berjenjang dilakukan secara terbuka.
"Situng ini inputnya C1 dari masing-masing TPS. Rekapitulasi suara berjenjang ini selain terbuka, tapi juga berjenjang dari DA DB. Kalau mau rekayasa, menurut saya sebagai ahli IT bukan dari Situng, tapi rekapitulasi suara berjenjang. Tapi saya kira akan sangat sulit," ucap Marsudi.
Situng KPU selalu memiliki syarat dan ketentuan yang diumumkan. Pada pemilu kali ini, ada lima disclaimer (pernyataan) yang ditampilkan dalam laman Situng KPU.
Pernyataan pertama menyebutkan, data yang dimasukkan serta data yang ditayangkan dalam laman Situng adalah data yang dimasukkan apa adanya.
“Kalau ada kesalahan di formulir C1, maka di Situng juga pasti salah. Para operator Situng disumpah untuk memasukkan apa yang ada di kertas C1, dan mereka hanya boleh memasukkan sesuai yang ada di kertas, mereka tidak boleh merekayasa atau kreatif mengubah data meskipun mereka tahu itu salah. Mereka harus memasukkan data sesuai yang ada di kertas (C1),” ujar Marsudi.
Bila terjadi perbedaan atau kesalahan data pada formulir C1, maka perbaikan dilakukan. Kalau ada perbedaan kesalahan data pada formulir C1, maka yang dikoreksi bukan Situng, namun dari proses penghitungan suara berjenjang.
“Kalau ada perbedaan data antara di situs web dengan formulir C1, maka yang lebih benar adalah di penghitungan suara berjenjang,” kata Marsudi.
Pernyataan terakhir dalam Situng KPU berisi data jumlah TPS yang dinyatakan sejak 21 Mei 2018. (Ant)