Kesalahpahaman sempat mewarnai sidang lanjutan sengketa hasil Pileg 2019 di Ruang Panel I Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (15/7).
Salah paham terjadi saat hakim MK Arief Hidayat mengklarifikasi daftar alat bukti yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait sengketa hasil pileg DPR RI daerah pemilihan (dapil) Jatim I.
Pada mulanya, Arief mempertanyakan pihak KPU yang mengklaim membawa alat bukti berupa formulir DA1 atau rekapitulasi suara tingkat kecamatan. Setelah dicek, menurut Arief, bukti yang dibawa KPU berupa formulir DC 1 atau rekapitulasi suara tingkat provinsi.
"Saya minta klarifikasi tadi terhadap perkara yang dapil Jatim I. Saudara mengatakan bukti P003 dan P004 itu DA1, ternyata setelah dicek buktinya bukan itu. Buktinya berupa form DC1 dan DC. Gimana itu?" tanya Arief.
Menanggapi pertanyaan anggota majelis hakim, kuasa hukum KPU Sigit Nurhadi menegaskan, KPU membawa alat bukti yang dibawa pihaknya adalah formulir DA1 bukan DC1.
Namun demikian, Arief berkukuh DAB KPU merupakan formulir DC1. "Ini tidak hanya pemohon buktinya kacau, termohon juga setelah kita cek juga banyak yang begini juga, ya. Yang begini-begini harus kita cek," kata Arief.
Tak lama, Arief merevisi pernyataannya. Setelah mengecek kembali DAB KPU, Arief menyadari ada alat bukti berupa formulir DA1 yang dibawa KPU. Tetapi, formulir DA1 KPU masuk ke daftar alat bukti tambahan.
Menurut Arief, kuasa hukum KPU tidak menjelaskan secara rinci alat-alat bukti yang dibawa sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam persidangan.
"Ah, kamu itu menjebak hakim namanya. Maksudnya kan berarti bukti tambahannya kan? Tadi harusnya disebutkan itu bukti tambahan. Ini ngerjain. Profesor dikerjain sama master," ucap Arief.