close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seorang warga menunjukkan jarinya yang telah dilumuri tinta usai mencoblos pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 1, Dusun I, Desa Bolobia, Kecamatan Kinovaro, Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu (18/8). /Antara Foto
icon caption
Seorang warga menunjukkan jarinya yang telah dilumuri tinta usai mencoblos pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 1, Dusun I, Desa Bolobia, Kecamatan Kinovaro, Sigi, Sulawesi Tengah, Minggu (18/8). /Antara Foto
Pemilu
Rabu, 28 Agustus 2019 19:45

Survei LIPI: Efek ekor jas minim di Pemilu 2019

Tujuan pemilu serentak yang ditetapkan dalam UU Pemilu tidak tercapai.
swipe

Mayoritas publik menilai Pemilu 2019 menyulitkan dan diwarnai politik uang. Selain itu, publik juga tidak memilih parpol karena mendukung jagoan mereka di Pilpres 2019. Hal itu terekam dari hasil survei terbaru yang dirilis Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 

Menurut Ketua Tim Survei Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Wawan Ichwanuddin, Pemilu 2019 tidak memenuhi tujuan dasar pelaksanaan pemilu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Pemilu Serentak 2019 jauh panggang dari api. Dua tujuan dasar pelaksanaan pemilu serentak sebagaimana tercantum dalam UU Pemilu tidak dapat terpenuhi dalam Pemilu Serentak 2019," ujar Wawan saat memaparkan hasil survei pasca-Pemilu 2019 di Jakarta, Rabu (28/8).

Survei digelar pada periode 27 April-5 Mei 2019 dengan melibatkan 1.500 responden dari 34 provinsi. Batas galat dalam survei sebesar 2,53% dengan tingkat kepercayaan 95%. Dalam surveinya, LIPI juga merekam persepsi 119 tokoh.

Wawan menyampaikan tujuan pertama dari pemilu serentak ialah menciptakan pemerintahan yang stabil. Stabilitas diharapkan lahir dari keselarasan hasil pemilihan presiden dan pemilihan legislatif akibat efek ekor jas. 

Namun demikian, tujuan itu tidak tercapai. Pasalnya, hanya 16,9% responden yang mengaku memilih caleg atau partai yang mendukung kandidat presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Artinya, mayoritas pemilih Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 tidak serta merta memilih parpol pengusung kedua pasangan kandidat tersebut.   

Tujuan kedua, yaitu memberi ruang pada pemilih agar lebih cerdas dalam memilih, juga tidak terpenuhi. Pasalnya, sebanyak 74% responden dari kalangan publik dan 86% responden dari kalangan tokoh setuju bahwa Pemilu 2019 telah menyulitkan pemilih.

"Alih-alih bisa memilih secara rasional kandidat yang akan memimpin negara dan mewakili mereka di parlemen, para pemilih dipusingkan dengan hal-hal teknis karena surat suara yang harus dicoblos terlampau banyak," ujar Wawan.

Mengenai kualitas pemilu, mayoritas responden menilai bahwa Pemilu Serentak 2019 telah dilaksanakan secara jujur dan adil, baik itu di tingkat tempat pemungutan suara maupun tingkat nasional. Akan tetapi, sebanyak 47,4% responden menyetujui bahwa telah terjadi politik uang dalam Pemilu 2019.

Namun demikian, sebanyak 46,7% responden menganggap politik uang sebagai sesuatu yang wajar dan dapat dimaklumi. Menurut Wawan, ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat tidak menganggap politik uang sebagai komponen untuk menilai integritas pemilu.

Terkait tingkat kepercayaan terhadap lembaga demokrasi dalam Pemilu 2019, survei LIPI menunjukkan kepercayaan terhadap pers lebih rendah ketimbang lembaga legislatif. DPR memperoleh kepercayaan sebesar 76%, sedangkan pers hanya mendapat 66,2%. "Ini tidak terlepas dari maraknya hoaks yang beredar selama pemilu," ujar dia. (Ant)


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan