Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menelusuri Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik milik warga negara asing (WNA) yang diduga terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Setelah ditelusuri, ternyata KTP elektronik itu milik seseorang bernama Bahar.
"Ternyata NIK (nomor induk kepegawaian) tersebut atas nama Bahar, maka yang terjadi adalah kesamaan NIK tapi data berbeda," kata Komisioner KPU Viryan Aziz kepada wartawan di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (26/2).
Sebelumnya, beredar sebuah foto KTP elektronik atas nama Guohui Chen. Di KTP itu, diketahui Chen berkewarganegaraan China namun berdomisili di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. KPU RI pun langsung meminta KPU Jawa Barat menelusuri informasi tersebut.
Menurut Viryan, memang ada sedikit perbedaan angka dalam NIK KTP elektronik milik Bahar dengan DP4 (daftar penduduk pemilih potensial pemilu) Pilkada Serentak 2018 silam. Namun, ia memastikan KTP itu milik Bahar.
"Kami pastikan lagi melalui Kartu Keluarga (KK) yang terdaftar. Kami temukan NIK tersebut atas nama Bahar dan yang bersangkutan telah terdaftar dalam DPT. Bapak Guohui Chen tidak terdaftar dalam DPT Pemilu 2019," jelasnya.
Viryan mengatakan, KPU tidak bisa mengonfirmasi ada atau tidaknya KTP atas nama Guohui Chen. Namun, ia memastikan, hanya warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih. "Yang bisa menggunakan hak pilih adalah Warga Negara Indonesia," katanya.
Lebih jauh, Viryan menambahkan, KPU bakal langsung berkoordinasi dengan Dinas Kependududan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan tidak ada WNA yang terdaftar dalam DPT.
"KPU akan meminta data by name by address WNA yang memiliki KTP elektronik. Kemudian, KPU akan melakukan sinkronisasi data DPT untuk memastikan tidak ada WNA masuk dalam DPT Pemilu 2019," kata dia.
Aturan KTP WNA
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan UU Administrasi Kependudukan memungkinkan WNA yang memiliki KTP elektronik. Hanya saja, mereka tidak bisa mencoblos karena dalam kartu itu tertulis keterangan kewarganegaraan.
"Syarat mencoblos pertama harus WNI. Kalau bukan WNI coret, keluarkan dari TPS, simpel sekali, hanya masyarakat perlu kita berikan pemahaman. Jangan digoreng-goreng agar masyarakat tenang," ujarnya.
Bentuk KTP-E WNA itu, kata Zudan, identik dengan KTP-E WNI. Yang berbeda hanya kolom kewarganegaraan dan masa berlaku yang tidak seumur hidup. KTP-E untuk WNA itu dikeluarkan langsung oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). "Tidak haram WNA punya KTP elektronik," katanya. (Ant)