close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan pidato penutupan masa persidangan III tahun sidang 2023-2024 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/2/2024). /Foto dok. DPR RI
icon caption
Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan pidato penutupan masa persidangan III tahun sidang 2023-2024 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/2/2024). /Foto dok. DPR RI
Pemilu
Senin, 12 Februari 2024 16:39

Waspadai politik uang dari dana reses di masa tenang

Dana reses DPR yang besar potensial disalahgunakan untuk politik uang jelang pencoblosan. Pengawasan publik perlu diperkuat.
swipe

Setelah kembali ngantor selama tiga pekan--sejak 16 Januari 2024 sampai 6 Februari 2024--anggota DPR RI kembali memasuki masa reses. Penetapan masa reses itu diumumkan dalam rapat paripurna ke-12 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/2) lalu. 

Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan anggota DPR akan reses dari 7 Februari 2024 sampai 4 Maret 2024. Artinya, para legislator tak akan berkantor di DPR selama masa tenang hingga hari pencoblosan Pemilu 20224 pada 14 Februari mendatang. 

"DPR RI pada masa sidang ini memberikan perhatian yang besar pada pelaksanaan Pemilu 2024 agar sesuai dengan amanat konstitusi,” kata Puan di ruang sidang paripurna. 

Anggota DPR lazimnya menggunakan masa reses untuk menyerap aspirasi publik di daerah pemilihan masing-masing. Untuk kegiatan itu, anggota DPR diongkosi oleh negara. Politikus PDI-P Krisdayanti pernah menyebut setiap anggota DPR memperoleh dana reses hingga Rp140 juta per orang. Dalam setahun, anggota DPR mendapatkan dana reses hingga 8 kali. 

Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia meminta masyarakat mengawasi aktivitas anggota DPR pada masa reses. Ia khawatir DPR memanfaatkan dana reses untuk melancarkan politik uang jelang pencoblosan. 

"Jika menemukan hal ini, sebaiknya masyarakat bisa melaporkan dugaan pelanggaran ini kepada pengawas pemilu setempat. Ini memang yang menjadi kekhawatiran kita semua. Tentu kita berharap masa tenang ini benar benar menjadi tenang bukan malah menjadi masa yang tidak tenang," ucap Neni kepada Alinea.id, Minggu (11/2).

Tak ada regulasi yang rinci mengatur besaran dana reses bagi para anggota DPR RI. Anggota DPR juga tidak wajib untuk melaporkan aktivitas mereka selama reses kepada pubik. Informasi mengenai kegiatan reses lazimnya hanya disampaikan para legislator kepada pimpinan fraksi masing-masing di DPR. 

Neni meminta masyarakat mewaspadai politik uang berkedok bantuan sosial dari para caleg. Pasalnya, duit bantuan itu bisa saja berasal dari dana reses. Di lain sisi, anggota DPR juga diharapkan tidak mempergunakan uang reses untuk politik uang pada masa tenang.

Pengawasan aktif masyarakat, lanjut Neni, diperlukan lantaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak bisa diharapkan. Menurut dia, KPU dan Bawaslu saat ini tak bertaji dalam mengawasi pelanggaran-pelanggaran pemilu yang terjadi.  

"Pada masa tahapan kampanye pemilu selama 75 hari itu, peluit Bawaslu dirasa senyap. Ini yang saya rasa sangat mengkhawatirkan. Bawaslu menjadi lembaga yang macan ompong atau sesuai tagline percuma lapor Bawaslu," ucap Neni.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus sepakat dana reses DPR rawan disalahgunakan. Selama ini, menurut dia, penggunaan dana reses tidak pernah transparan dan akuntabel. Karena tak ada aturan yang jelas, anggota DPR merasa bebas menggunakan dana reses untuk kegiatan apa pun. 

"Walau mungkin ada laporannya, tetapi (kegiatan reses) tak pernah dibuka juga ke publik. Semuanya menjadi arsip fraksi di DPR. Kalau urusannya dengan fraksi, ya, serba sulit sih bagi publik untuk mengakses. Fraksi seolah-olah merasa laporan itu tak pantas diketahui publik sehingga memilih untuk mendokumentasikan sendiri laporan-laporan itu," ucap Lucius kepada Alinea.id

Lucius berpendapat sulit untuk mencegah dana reses tidak diselewengkan menjadi politik uang saat kampanye atau masa tenang. Apalagi, partai politik justru terkesan membolehkan dana reses dipakai para kadernya di parlemen untuk mengerek elektabilitas. Di lain sisi, Bawaslu juga tidak bisa diharapkan menjalankan pengawasan secara imparsial.

"Kalau kepentingan partai jadi yang utama, dan laporan reses juga diamankan oleh fraksi, ya, artinya sistem di parlemen memang melindungi penggunaan dana reses sesuka anggota atau partai saja... Sementara itu, Bawaslu nampaknya hanya dekorasi aja pada urusan politik uang, tidak banyak inovasi dan tidak punya keberanian," kata Lucius. 


 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan