Pemimpin pemerintahan baru Suriah, Ahmed al Sharaa, menyatakan optimisme bahwa 14 juta warga Suriah yang mengungsi akan kembali ke negara mereka dalam waktu dua tahun setelah jatuhnya rezim Assad.
Berbicara kepada pembuat film dokumenter yang berbasis di Dubai dan kreator konten YouTube Joe HaTTab dalam sebuah video yang ditayangkan hari Minggu, Al Sharaa menekankan bahwa setelah runtuhnya rezim Baath yang berusia 61 tahun pada bulan Desember, warga Suriah yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka akan kembali.
"Saya yakin bahwa 14 juta warga Suriah akan kembali ke negara mereka dalam waktu dua tahun. Hanya sekitar 1 hingga 1,5 juta yang akan tetap (di luar negeri)," katanya.
Al Sharaa mengkritik rezim yang digulingkan karena menggunakan lembaga negara untuk menekan dan mendominasi penduduk, mengatur lembaga untuk menindas orang-orang dan menggunakan taktik seperti penyiksaan dan pembunuhan.
Ia menguraikan komitmen pemerintahannya terhadap keadilan sebagai prinsip dasar untuk rekonstruksi dan pembangunan Suriah.
"Jika negara lemah, warga negaranya tidak akan kuat," katanya, seraya menggarisbawahi perlunya rencana jangka pendek, menengah, dan panjang bagi lembaga publik, badan legislatif dan eksekutif, serta sektor lain selama proses ini.
Ia juga mencatat bahwa mengatasi tantangan masyarakat saat ini akan membutuhkan waktu, tetapi dapat dicapai melalui perencanaan yang konsisten dan pendidikan publik.
Al Sharaa mengatakan rakyat Suriah mengatasi keputusasaan mereka melalui revolusi.
"Sekarang, rakyat Suriah menegakkan kepala di mana-mana. Kami telah mengubah arah sejarah."
'Kemenangan tanpa dendam'
Ia menekankan keharmonisan di antara semua lapisan masyarakat, dengan menyatakan "Ada konsensus sosial di Suriah. Berkat ini, untuk pertama kalinya di Suriah, orang-orang akan dapat hidup bersama dengan cinta."
Ia menyoroti bahwa revolusi telah selesai dengan runtuhnya rezim dan sekarang saatnya untuk beralih dari pola pikir revolusioner ke pola pikir yang berorientasi pada negara.
Menggambarkan tujuan pemerintahan baru sebagai "kemenangan tanpa dendam," ia mendukung upaya rekonsiliasi dan kebijakan amnesti bagi mereka yang beralih kesetiaan setelah rezim jatuh.
Namun, Al Sharaa membuat pengecualian, dengan menyatakan bahwa mereka yang terlibat dalam penyiksaan, pengeboman barel, atau pembantaian, seperti yang terjadi di Penjara Sednaya di ibu kota Damaskus, tidak akan diberikan amnesti.(trtworld)