close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi TNI menangkap pelaku illegal fishing. Foto humas KKP
icon caption
Ilustrasi TNI menangkap pelaku illegal fishing. Foto humas KKP
Peristiwa
Sabtu, 04 Januari 2025 12:20

Akar masalah maraknya penyelundupan yang dikeluhkan Prabowo

Ada banyak faktor yang menyebabkan praktik penyelundupan barang ilegal ke Indonesia terus marak.
swipe

Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian serius terhadap praktik penyelundupan beragam komoditas penting ke Indonesia. Tak hanya mengancam industri dalam negeri, menurut Prabowo, maraknya penyelundupan juga membahayakan kedaulatan Indonesia.

"Penyelundupan tekstil, misalnya, mengancam industri dalam negeri dan kehidupan ratusan ribu pekerja kita," kata Prabowo saat menyampaikan pengarahan pada Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Kementerian PPN/Bappenas Jakarta, Senin (29/12) lalu. 

Batam menjadi salah satu pintu masuk barang-barang selundupan. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani (AK) menyebut angka penyelundupan barang ilegal di Batam, Kepulauan Riau, meningkat sebesar 6,12% pada akhir 2024 jika dibandingkan 2023. 

"Kasus yang menonjol adalah pakaian bekas, elektronik, tekstil, kemudian mesin, dan narkotika," kata Askolani seperti dikutip Antara, pada Kamis (19/12).

Dia mengatakan Batam adalah free trade zone atau kawasan bebas pajak yang menjadi primadona jalur penyelundupan. Selain itu, peningkatan penyelundupan di Batam juga terjadi karena kondisi geografisnya yang berbatasan laut dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Faudzan Farhana, menilai praktik penyelundupan barang ilegal di daerah perbatasan merupakan persoalan pelik yang sulit diurai. Menurut dia, praktik penyelundupan barang ilegal terjadi tidak hanya karena faktor tunggal.

"Pertama, penyelundupan barang maupun orang terjadi karena dipengaruhi beberapa hal, seperti aturan yang masih menimbulkan celah, kapasitas penegak hukum yang tidak sebanding dengan luas wilayah yang dijaga, korupsi, dan memang ada persoalan kondisi sosial ekonomi yang semakin mengaburkan batas antara pekerjaan yang legal dan tidak legal," kata Farhana kepada Alinea.id, Jumat (3/1).

Regulasi dan upaya pengawasan yang dilakukan aparat di daerah rawan penyelundupan, menurut dia, sulit diharapkan bisa menekan praktik penyelundupan. Sejauh ini, solusi paling ideal adalah negara mesti hadir menyediakan fasilitas dan akses yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi sekaligus mengamankan wilayah perbatasan dari praktik-praktik ilegal dengan menjalankan aturan hukum yang tegas. 

"Sementara kerja sama lintas negara sejauh ini hanya bisa efektif jika level kepentingan politik dan kapasitasnya sama. Jika tidak, yang terjadi hanya kesepakatan di atas kertas saja. Ujung-ujungnya penegak hukum hanya bisa bekerja sebatas yurisdiksinya yang mengizinkan," kata Farhana.

Upaya alternatif yang bisa dicoba adalah pemerintah, lanjut dia, ialah melibatkan masyarakat setempat untuk turut serta menyadarkan sekaligus mengamankan wilayahnya masing-masing dari praktik penyelundupan barang ilegal. "Tentu saja, tetap dengan bantuan dan fasilitas yang memungkinkan sambil terus meningkatkan kapasitas aparat," kata Farhana.

Tak kalah penting ialah sanksi tegas kepada aparat yang terbukti "main mata" terlibat bisnis penyelundupan barang ilegal. Pasalnya, keterlibatan aparat yang memberi akses pelaku penyelundupan barang ilegal membuat kasus penyelundupan semakin sulit diungkap pelakunya. Dampak rentetannya membuat penyelundupan semakin tidak terkendali.

"Harus ada tindak tegas bagi aparat yang terbukti menjadi bagian dari permasalahan atau melakukan korupsi. Ini penting untuk menimbulkan efek jera. Mutasi berkala bagi aparat-aparat di daerah yang rawan juga penting untuk meminimalisasi kemungkinan ada sumber masalah internal di jajaran aparat penegak hukum," kata Farhana.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Josias Simon Runturan, berpendapat bahwa akar masalah dari praktik penyelundupan tidak kunjung sirna karena terdapat ketidaktegasan lembaga yang berwenang dalam menegakkan regulasi mengenai barang ilegal.

"Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, penegakannya harus terkoordinasi antarinstansi dan kerjasama lintas batas," kata Josias kepada Alinea.id, Jumat (3/1).

Josias mengatakan masyarakat sekitar daerah perbatasan yang telah lama menjadi saksi praktik penyelundupan mesti dilibatkan untuk perlahan meninggalkan aktivitas rantai penyelundupan. "Mereka yang berada di lintas batas tradisional perlu peran pemerintah daerah terlibat dalam pemberdayaan masyarakat perbatasan," kata Josias.

Kriminolog dari Universitas Diponegoro (Undip), Budhi Wisaksono, menilai praktik penyelundupan barang ilegal sudah lama menjadi proyek "sampingan" yang dilakoni masyarakat sekitar perbatasan karena keuntungan yang menggiurkan. 

"Angkatan laut lemah dan polisinya juga lemah," kata Budhi kepada Alinea.id, Jumat (3/1).

Budhi menilai barang-barang selundupan yang sudah kadung ada di pasar bebas harus segera diburu, diusut, serta disita. Hal ini penting agar para pelaku merugi. "Selain itu, hukum maupun kerja sama dengan luar negeri justru harus lebih ditingkatkan lagi," kata Budhi.


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan