Sejak resmi dibuka, Senin (11/11) lalu, pos pengaduan "Lapor Mas Wapres" di Istana Wakil Presiden, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ramai dikunjungi warga. Hingga kini, setidaknya sudah 296 aduan masyarakat yang masuk ke pos pengaduan yang digagas Wapres Gibran Rakabuming Raka tersebut.
Pos pengaduan tersebut dibuka saban Senin-Jumat pada pukul 08.00-14.00 WIB. Tidak ada syarat khusus bagi warga yang hendak melapor. Selain secara luring, Gibran juga membuka hotline aduan melalui aplikasi pesan WhatsApp ke nomor 081117042207.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Agus Pambagio menilai tidak ada urgensi bagi Gibran untuk membuka pos pengaduan Lapor Mas Wapres. Apalagi, sudah ada kementerian-kementerian terkait dan pemerintah daerah yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan langsung dengan hampir semua persoalan publik.
"Di masing-masing (kementerian dan lembaga) kan sudah ada (yang tugasnya menerima laporan) warga itu. Kalau mau ketemu ketemu pejabat itu kan warga lebih senang untuk bertatap muka, bersalaman, dan ber-selfie seperti yang dilakukan Ahok waktu jadi Gubernur (DKI) Jakarta," kata Agus kepada Alinea.id, Kamis (14/11).
Menurut Agus, pos pengaduan Lapor Mas Wapres dibangun hanya sekadar untuk pencitraan di depan publik. Ia tak yakin aduan masyarakat yang disampaikan via kantor Gibran bakal efektif.
"Tim komunikasinya wapres pengen namanya itu harum di publik. Tapi yang terjadi sekarang kan, malah tidak bisa berjalan. Kan kemarin jam berapa sudah tidak bisa diakses. Orang datang sudah tidak bisa masuk," kata Agus.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Trubus Rahardiansyah menilai tingginya animo publik terhadap Lapor Mas Wapres menunjukkan bahwa banyak persoalan masyarakat yang tak ditangani serius oleh instansi terkait. Namun, ia sepakat Lapor Mas Wapres potensial membuat rantai birokrasi makin panjang.
“Selama ini, banyak laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti oleh kementerian terkait sehingga ketika Wapres membuka jalur aduan, banyak masyarakat yang menyampaikan persoalan yang selama ini tidak teratasi,” jelas Trubus pada Alinea.id.
Trubus juga mempertanyakan urgensi dan efektivitas program tersebut. Menurut dia, Lapor Mas Wapres terkesan hanya untuk memperlihatkan kepedulian pemerintah terhadap masyarakat, tanpa benar-benar menyelesaikan masalah.
"Jadi, ini hanya menjadi lapisan baru dalam birokrasi. Kasus seperti sengketa tanah atau penahanan ijazah misalnya, tetap harus melalui prosedur birokrasi yang panjang di lembaga terkait. Jadi, kalau semua masalah ini dibebankan ke Wapres, apakah itu efisien?” tuturnya.
Meski banjir kritik, eksistensi Lapor Mas Wapres dibela oleh menteri-menteri-menteri di Kabinet Merah Putih. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyebut Lapor Mas Wapres membuka akses langsung masyarakat ke pemerintah.