Sidang perdana peninjauan kembali (PK) kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudian alias Eky digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon Jawa Barat, Rabu (24/8). PK diajukan oleh Saka Tatal, mantan terpidana dalam kasus tersebut.
Pada 2016, Saka telah divonis bersalah dalam peristiwa tersebut oleh hakim PN Cirebon. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun. Baru menjalani masa hukuman selama 3 tahun 8 bulan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Bandung, Saka dinyatakan bebas bersyarat pada 2020.
Kenapa Saka mengajukan PK?
Saka mengajukan PK lantaran dipaksa mengaku terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky oleh penyidik pada 2016. Tak hanya dipukul, Saka bahkan dipaksa meminum air kencing oleh penyidik. Ketika diperiksa penyidik, Saka masih berusia 15 tahun.
Dalam perspektif hukum acara pidana, penganiayaan terhadap tersangka atau saksi dalam penyidikan memiliki konsekuensi hukum. Para pelakunya bisa dijerat pelanggaran kode etik dan sanksi pidana.
Saka sebelumnya mengaku jadi korban salah tangkap. Ia digulung polisi saat hendak melewati jalan layang yang menjadi lokasi pembunuhan Vina. Ketika itu, ia mau memperbaiki motornya yang rusak ke bengkel.
Sebelum melewati jalan tersebut, Saka melihat polisi dari kejauhan. Mengira ada razia, Saka pun memutar balik motornya. Namun, polisi mengejar dan menangkapnya.
Apa saja bukti-bukti baru yang dibawa Saka ke sidang PK?
Setidaknya ada 8 novum atau bukti baru yang dibawa Saka ke pengadilan. Kebanyakan adalah bukti-bukti foto dan visum, semisal foto dan hasil visum Eky di RS Gunungjati, Cirebon, hasil visum Vina, dan foto kondisi motor Eky.
Selain itu, Saka juga membawa bukti rekaman salah satu saksi kasus pembunuhan Vina dan Eky, Liga Akbar. Dalam rekaman tersebut, Liga Akbar mengungkapkan kesaksiannya diarahkan oleh ayahanda Eky, Iptu Rudiana.
"Kesaksian Liga Akbar itu diperintahkan Iptu Rudiana. Faktanya, Liga Akbar, tidak ada di sekitar area TKP (tempat kejadian perkara). File rekaman ini menunjukkan pencabutan Liga Akbar sebagai saksi," ucap salah satu pengacara Saka.
Apa yang terjadi jika SK memenangi PK?
Pakar hukum pidana dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Jamin Ginting mengatakan Saka bisa mengajukan ganti rugi kepada kepolisian jika gugatan PK-nya dikabulkan hakim pengadilan Cirebon. Upaya menuntut ganti rugi bisa dilakukan lewat sidang praperadilan terpisah.
"Di Indonesia, (ganti rugi) itu sudah diatur. Jadi, (angkanya) enggak bisa terlalu besar. Kalau ini kan dia (Saka) tidak ada luka dan tidak ada kenapa-napa. Itu (ganti rugi) maksimum hanya Rp300 juta saja," jelas Jamin seperti dikutip dari Kompas TV, Rabu (24/7).