close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gedung Kejaksaan Agung. /Foto Antara
icon caption
Gedung Kejaksaan Agung. /Foto Antara
Peristiwa
Jumat, 09 Agustus 2024 13:18

Aroma friksi dalam "bedol desa" penarikan jaksa KPK

Kapuspenkum Kejagung membantah penarikan 10 jaksa di KPK ada kaitannya dengan perkara tertentu.
swipe

Kejaksaan Agung (Kejagung) menarik kembali 10 jaksa senior yang sudah bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar berdalih penarikan para jaksa merupakan bagian dari regenerasi dan rotasi jaksa. 

“Kami tegaskan, tidak terkait penanganan perkara, tapi karena lebih pada proses penyegaran,” kata Harli seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/8).

Menurut Harli, para jaksa yang ditarik rata-rata sudah bertugas kisaran 10-12 tahun di KPK. Ia mengklaim Kejagung akan segera berkoordinasi dengan KPK terkait pergantian jaksa baru. "Selanjutnya akan berproses," imbuh dia. 

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkapkan KPK telah menerima jaksa tambahan sebelum Kejagung menarik 10 jaksa. Sepengetahuan Johanis, salah satu nama yang ditarik ke Kejagung adalah Ali Fikri, eks juru bicara KPK. 

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya menilai penarikan 10 jaksa dari KPK memicu kecurigaan. Ia menduga langkah Kejagung merupakan protes terhadap KPK yang mengambil alih penanganan kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

“Sehingga insinuasi itu muncul, yakni bahwa ada rebutan kasus antar dua penegak hukum ini,” ujar Diky saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (8/8).

Kasus dugaan korupsi di LPEI mulanya dilaporkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani kepada Kejagung. Menuru Sri, ada sejumlah perusahaan yang dibiayai LPEI dengan tidak sewajarnya. Sejak Maret lalu, kasus tersebut tengah digarap Korps Adhiyaksa. 

Secara terpisah, kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp3,5 triliun itu juga ditangani KPK. Pada akhir Juli lalu, KPK bahkan sudah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. 

Sesuai isi UU KPK, menurut Diky, penyidik di lembaga hukum lain harus menyetop semua penyidikan jika KPK sudah turun tangan untuk menggarap kasus yang sama. 

“KPK dalam posisi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung perihal informasi-informasi tambahan yang dapat menunjang proses penanganan perkara,” kata Diky,

Diky mengatakan proses penyidikan kasus LPEI potensial terhambat jika Kejagung enggan berkoordinasi dengan KPK. Bukan tidak mungkin jaksa yang ditarik Kejagung terlibat sejak proses penyidikan kasus dugaan korupsi di LPEI.

“Maka dari itu, dibutuhkan komitmen yang tegas dari Jaksa Agung terhadap kondisi demikian,” ucapnya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai wajar jika publik mencurigai "bedol desa" penarikan 10 jaksa di KPK oleh Kejagung. Apalagi, penarikan itu dilakukan tak lama setelah KPK menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi LPEI. 

Namun, ia mengaku belum bisa memastikan penarikan itu berkaitan dengan penanganan perkara di KPK. “Bisa iya dan bisa tidak (ada hubungan dengan LPEI),” ucapnya kepada Alinea.id, Kamis (8/8).

Menurut Boyamin, KPK memiliki kewenangan supervisi dan koordinasi dengan lembaga penegak hukum lain, termasuk dengan Kejagung. Rebutan kasus semestinya tidak terjadi jika komunikasi antara kedua institusi berjalan dengan baik.  

Ia mencontohkan supervisi yang dilakukan KPK pada kasus dugaan korupsi di Telkomsigna. Kasus itu sudah digarap Kejagung hingga tahap persidangan. KPK harus berbesar hati untuk menyerahkan kasus ini ke Kejagung.

“Diajak bicara aja Kejaksaan Agung tentang LPEI karena itu bagian yang, menurut saya, krusial,” ujar Boyamin. 

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan