Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Saat menjabat sebagai Mendag, Tom ditengarai menyalahgunakan wewenangnya dengan mengizinkan impor gula oleh perusahaan swasta.
Saat itu, Indonesia dilaporkan belum memerlukan impor karena persediaan gula dalam negeri masih memadai. Tom disebut-sebut menerima komisi dari perusahaan importir yang diuntungkan atas kebijakan tersebut.
Meski terjadi pada 2015, kasus itu baru ditelusuri Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Oktober 2023. Tidak banyak drama terpentas. Tak lama setelah diumumkan jadi tersangka, Tom langsung ditahan.
Pakar hukum dari Universitas Atmajaya Yogyakarta, Al Wisnubroto menyebut penetapan Tom sebagai tersangka beraroma politis. Ia membandingkan nasib Tom dengan sejumlah menteri era Jokowi yang juga tersandung berbagai kasus dugaan korupsi dan suap.
"Kesan tebang pilih dan politisasi hukum dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi tidak hanya tampak pada kasus Tom Lembong saja, namun dalam perkara-perkara sebelumnya juga sudah sering terjadi," kata Wisnu, sapaan akrab Wisnubroto, kepada Alinea.id, Kamis (31/10).
Penetapan Tom memicu beragam spekulasi. Tom disebut-sebut jadi korban operasi politik lantaran statusnya sebagai anggota tim pemenangan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024. Ketika itu, Tom memang tergolong keras mengkritik kebijakan Jokowi terkait nikel.
Publik pun mendesak Kejagung memeriksa kembali beberapa menteri yang juga terlibat kasus dugaan korupsi, mulai dari Zulkifli Hasan hingga Airlangga Hartarto. Wisnu menilai desakan publik semacam itu wajar karena penyidikan kasus korupsi memang kerap tak transparan.
"Hal tersebut tidak terhindarkan karena berbagai faktor, antara lain faktor karakteristik tindak pidana korupsi yang kompleks, faktor proses pemeriksaan pendahuluan yang sifatnya tertutup, faktor inkonsistensi penafsiran tindak pidana yang bersumber dari kebijakan berdasarkan kewenangan, dan faktor ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum," kata Wisnu.
Pada 2014, saat menjabat Menteri Kehutanan era Susilo Bambang Yudhyono, Zulkifli Hasan sempat tersandung kasus penyalahgunaan wewenang alih fungsi hutan. Saat menjabat Mendag era Jokowi, Zulkifli juga tersandung kasus dugaan korupsi impor gula. Pada 2023, Kemendag pernah digeledah penyidik Kejagung terkait kasus itu.
Setali tiga uang, Airlangga Hartarto berulang kali diperiksa Kejagung dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyah sawit mentah dan turunannya, termasuk minyak goreng pada periode 2021-2022 lalu. Di periode kedua Jokowi, Airlangga menjabat sebagai Menko Perekonomian.
Pejabat lainnya yang tersandung kasus dugaan suap dan korupsi ialah Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Eddy pernah ditetapkan sebagai tersangka bersama Yosi Andika Mulyadi selaku pengacara Eddy dan Yogi Arie Rukmana selaku asisten pribadi Eddy.
Ketiganya diduga menerima suap dari tersangka eks Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM Mining), Helmut Hermawan senilai total Rp8 miliar. Eddy diduga menerima gratifikasi senilai Rp7 miliar. Pada Januari 2024, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Estino mengabulkan permohonan praperadilan Eddy.
Apa pun bantahan Kejagung, menurut Wisnu, sulit untuk meredakan kecurigaan bahwa penetapan tersangka atas Tom bernuansa politisasi. Namun demikian, ia meminta Kejagung transparan dalam proses penyidikan terhadap Tom Lembong, termasuk menunjukkan dengan jelas keterpenuhan unsur-unsur pelanggaran dalam UU Tipikor yang disangkakan kepada Tom.
"Kedua, Kejaksaan Agung dan KPK harus menunjukan kesungguhan dalam penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang lain, khususnya dalam merespons desakan masyarakat untuk membuka kembali kasus-kasus tindak pidana korupsi dan diduga melibatkan beberapa pejabat yang sekarang berada di lingkaran kekuasaan," kata Wisnu.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar sepakat penetapan Tom sebagai tersangka kuat beraroma politis. Menurut dia, Tom semestinya tidak dipidana jika mengeluarkan kebijakan selaku menteri tanpa mendapatkan keuntungan materi atas kebijakan tersebut.
"Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan materi. Ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi, dan lain-lain. Tetapi, sebagai kebijakan, tidak bisa dipidanakan. Tindakan ini (penetapan tersangka) norak," ucap Fickar kepada Alinea.id.
Lebih jauh, Fickar menilai penetapan Tom sebagai tersangka juga bisa dikategorikan kriminalisasi. Apalagi, banyak pejabat era Jokowi yang kini jadi menteri atau wakil menteri di Kabinet Merah Putih yang hidupnya "adem ayem" meskipun pernah tersangkut kasus dugaan korupsi.
"Ini jelas jelas kriminalisasi karena Tom Lembong pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi presiden. Jika ingin dipersoalkan, mengapa baru sekarang? Mengapa tidak delapan tahun yang lalu?" tanya Fickar.