close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berkampanye di Green Bay, Winsconsin, AS, Oktober 2024. /Foto Instagram @realdonaldtrump
icon caption
Calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berkampanye di Green Bay, Winsconsin, AS, Oktober 2024. /Foto Instagram @realdonaldtrump
Peristiwa
Kamis, 31 Oktober 2024 14:32

Babak akhir Pilpres AS: Siapa bakal menang? Trump atau Harris?

Trump sukses memangkas selisih tingkat keterpilihan dan mendominasi swing states.
swipe

Masa kampanye Pilpres Amerika Serikat (AS) 2024 memasuki pekan terakhir. Pada 5 November 2024, warga AS bakal berbondong-bondong ke bilik suara untuk mencoblos dua pasang kandidat, Donald Trump yang didampingi JD Vance dan Kamala Harris yang mengandeng Tim Walz. 

Pertanyaan besarnya: apakah publik Amerika akan menciptakan sejarah baru dengan memilih perempuan berkulit hitam sebagai presiden atau memberikan kesempatan kedua bagi Trump? Hingga kini, pertanyaan itu tergolong sulit dijawab. 

Hasil jajak pendapat menunjukkan keduanya bersaing ketat dalam tingkat keterpilihan. Mayoritas survei mengunggulkan Harris sebagai pemenang Pilpres AS. Namun, ada pula yang menjagokan Trump. 

Sokongan figur-figur populer terhadap Trump dan Harris di menit-menit akhir juga potensial mengubah peta politik jelang pencoblosan. Harris, misalnya, baru saja mendaratkan dukungan dari penyanyi tenar Beyonce Knowles dan musikus legendaris Willie Nelson. 

Serupa, Trump juga dijagokan sejumlah selebritas papan atas AS, semisal Kid Rock, Victoria Jackson, dan Kanye West. Dari kalangan pengusaha, CEO Tesla Elon Musk juga terang-terangan meng-endorse Trump. 

Bagaimana pergerakan elektabilitas Trump dan Harris? 

Harris muncul menjadi calon kuat presiden AS setelah didapuk menggantikan Joe Biden sebagai kandidat dari Partai Demokrat, Juli lalu. Meskipun berstatus sebagai petahana, Biden dianggap tak lagi layak dicalonkan karena kerap blunder saat berdebat dengan Trump. 

Sebelum kemunculan Harris, Trump relatif unggul atas Biden. Namun, keadaan berbalik setelah Harris menggantikan Biden. Sejumlah lembaga survei menunjukkan elektabilitas Harris selalu di atas Trump meskipun bandul persepsi publik sempat mengayun ke arah Trump usai peristiwa pembunuhan yang gagal terhadapnya. 

Foto tangkapan layar jajak pendapat Pilpres AS 2024 dari Project 358

Mengombinasikan hasil jajak pendapat dari belasan lembaga survei, termasuk di antaranya Yougov dan Ipsos, Project 358 menemukan tingkat keterpilihan Harris rata-rata mencapai 48,1%. Trump terpaut tipis dengan rata-rata elektabilitas sekitar 46,7%. 

Setidaknya ada dua survei teranyar yang menjagokan Trump. Dilakoni pada periode 25-27 Oktober, survei Ipsos yang disponsori Reuters menemukan Trump unggul 1 poin atas Harris, yakni 41% berbanding 40%. Digelar pada periode tak jauh berbeda, survei AtlasIntel mendapuk keunggulan Trump atas Haris dengan angka 50% berbanding 47%.

Bagaimana peluang Trump vs Harris dalam sistem electoral college? 

Unggul dalam perolehan suara populer bukan jaminan kemenangan bagi Harris. Pasalnya, Pilpres AS menggunakan sistem electoral college. Dalam sistem itu, kedua pasang kandidat harus memperebutkan 538 suara electoral college yang tersebar di 50 negara bagian. Artinya, salah satu kandidat harus mengoleksi 270 suara electoral college. 

Sebagaimana Pilpres AS 2016, Trump bisa saja membalikkan keadaan. Ketika itu, meskipun raupan suara populernya kalah sekitar 3 juta suara ketimbang Hillary Clinton, Trump memenangi pilpres karena meraup dukungan terbesar dari pemilik electoral college. 

Lantas bagaimana dengan Pilpres AS 2024? Negara-negara bagian di AS lazimnya sudah terbelah menjadi lumbung suara Demokrat dan Republik. Namun, ada 8 negara bagian yang bakal jadi penentu kemenangan Trump dan Harris. 

Dikategorikan sebagai swing states, ke-8 negara bagian itu ialah Arizona, Georgia, Michigan, Wisconsin, Pennsylvania, Nevada, Minnesota, dan North Carolina. Sebagaimana jajak pendapat umum, Trump dan Harris juga bersaing ketat di swing states

Di Nevada yang punya 6 kuota electoral college, Project 358 menemukan dukungan untuk Trump dan Haris berimbang. Meski begitu, Trump unggul tipis di sejumlah negara bagian yang penting, semisal di Michigan (19 electoral), Georgia (16) dan North Carolina (16). 

Trump hanya unggul kisaran 1-2 poin di sejumlah swing states strategis itu. Artinya, Harris juga berpeluang membalikkan keadaan pada saat pencoblosan. Namun, sebagaiamana di pilpres-pilpres AS sebelumnya, merayu para pemegang suara electoral college cenderung jauh lebih sulit ketimbang mempertahankan suara populer. 

Calon presiden AS dari Partai Demokrat Kamala Harris. /Foto Instagram @kamalaharris

Apa analisis pakar mengenai hasil akhir Pilpres AS 2024? 

Mayoritas pakar kini relatif menjagokan Trump sebagai pemenang Pilpres AS 2024. Harris dinilai gagal memanfaatkan masa kampanye dan memperlebar keunggulannya atas Trump di dua bulan terakhir. Di lain sisi, Trump justru mampu memperkecil selisih elektabilitasnya dengan Harris dan mencuri kembali swing states yang sempat dikuasai Harris. 

"Partai Demokrat menikmati keunggulan dalam popular vote, tapi Trump bisa merawat keunggulan pada skema electoral college. Ini akan jadi pengulangan (Pilpres AS) 2016," kata sejarawan politik Tim Stanley seperti dikutip dari Telegraph. 

Editor Data Telegraph, Ben Butcher, punya pendapat serupa. Menurut Butcher, Trump sukses memanfaatkan dua pekan terakhir untuk memangkas ketertinggalan terhadap Harris dan menguasai sejumlah swing state strategis. 

"Jika saya seorang penjudi, saya akan bertaruh untuk Trump. Lembaga jajak pendapat terus-menerus menganggap remeh dukungan untuk Trump. Tingkat persetujuan Kamala juga terus turun... Tetapi, saya juga tidak akan berani bertaruh banyak," kata Butcher. 

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan