Setelah beberapa bulan menghirup udara bebas, tersangka kasus tewasnya Dini Sera Afrianti, Gregorius Ronald Tannur kembali masuk bui. Tim dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Surabaya menangkap Ronald di kediamannya, Minggu (27/10), tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis bebas Ronald.
Kepala Kejati Jatim Mia Amiati mengatakan Ronald ditahan di Rutan Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. Putra eks anggota DPR RI Edward Tannur itu sudah rampung menjalankan pemeriksaan kesehatan. "Kami hanya eksekusi putusan dari kasasi," ujar Mia kepada wartawan di Surabaya.
Ronald sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap Dini Sera, kekasihnya sendiri. Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada Oktober 2023. Dari hasil penyidikan, Ronald diketahui memukul, menendang, bahkan menggilas tubuh Dini dengan mobil pribadinya.
Karena peristiwa itu, polisi menetapkan Ronald Tannur sebagai tersangka dan menahannya sejak 6 Oktober 2024. Selama proses persidangan Ronald berada di bui. Ronald baru keluar dari rutan usai divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Kenapa Ronald bisa bebas?
Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa hukuman hingga 12 tahun penjara untuk Ronald. Pelaku disangka melanggar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan tak berencana. Namun, majelis hakim yang diketuai Erintuah Damanik menyatakan tak ada bukti yang cukup untuk menguatkan dakwaan JPU.
"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa," ujar Erintuah saat membacakan putusannya di ruang sidang PN Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/7).
Lebih jauh, Erintuah berdalih tidak ada saksi yang menyaksikan penganiayaan Ronald terhadap Dini. Hakim juga menyebut tewasnya perempuan asal Indramayu, Jawa Barat, itu disebabkan karena terlalu banyak minum alkohol.
Publik merespons keras putusan hakim itu. Tagar "Justice for Dini Sera" sempat viral di media sosial selama berhari-hari. Politikus hingga deretan pakar hukum juga ramai-ramai mengkritik putusan Erintuah dan kawan-kawan.
Serupa, Kejati Jatim memutuskan mengajukan kasasi atas putusan hakim. Pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung pun mengabulkan kasasi yang diajukan JPU. Mahkamah Agung membatalkan putusan PN Surabaya dan memvonis hukuman lima tahun penjara bagi Ronald.
Apa yang terjadi pada para hakim yang mengadili kasus Ronald?
Sehari setelah putusan MA, Erintuah dan dua hakim lainnya yang memutus kasus Ronald--Heru Hanindyo dan Mangapul--ditangkap tim Kejati Surabaya. Selain ketiganya, Kejati Jatim juga menangkap Lisa Rachmat dan Kevin Wibowo, anggota tim kuasa hukum Ronald.
Kelimanya ditangkap usai tim dari Kejati Jatim menggeledah kantor dan rumah mereka. Dari kelimanya ditemukan duit berbagai jenis pecahan mata uang asing. Total diperkirakan ada uang sebesar Rp 20 miliar uang yang ditemukan dari lima orang tersebut.
Erintuah, Heru dan Mangapul saat ini mendekam di tahanan Kejati Jatim. Kepala Kejati Jatim Mia Amiati masih memeriksa ketiga hakim bermasalah tersebut. "Masih dilakukan serangkaian pemeriksaan oleh Kejagung sesuai petunjuk Kepala Kejagung RI melalui Jampidsus," ujar Mia.
Bagaimana eks pejabat MA Zarof Ricar terseret kasus Ronald?
Tak hanya hakim PN Surabaya, Ronald juga terendus berupaya menyuap para hakim MA yang mengeksaminasi perkara kasasi kasus tersebut. Ronald diduga menyiapkan duit hingga Rp5 miliar untuk bekas Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Zarof Ricar dan hakim-hakim MA.
Kejagung menangkap Zarof di sebuah hotel mewah di Bali, Kamis (24/10) lalu. Zarof ditengarai menerima komisi Rp1 miliar dari Lisa untuk memuluskan kasus Ronald di tingkat kasasi. Penangkapan Zarof bermula dari penemuan duit sitaan bertuliskan ”diambil buat kasasi” dari kantor pengacara Ronald.
Tak berhenti di situ, Kejagung lantas menggeledah rumah Zarof di Jakarta. Di kediaman Zarof, tim penyidik menemukan uang tunai hingga nyaris Rp1 triliun dan emas seberat 51 kilogram.
Kepada penyidik, Zarof mengaku uang tunai dan emas yang disita dari rumahnya itu dikumpulkan pada periode 2012-2022. Duit haram itu berasal dari komisi pengurusan berbagai perkara di MA. Jika fee satu perkara senilai Rp1 miliar, maka Zarof setidaknya sudah mengurus sekitar 900 perkara di MA.