Pada April 2015, kurang lebih setahun setelah Joko Widodo atau Jokowi menjadi presiden, dilakukan eksekusi mati terhadap delapan terdakwa kasus narkotika, antara lain Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia); Martin Anderson, Raheem A. Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria); Rodrigo Gularte (Brasil), dan Zainal Abidin (Indonesia). Eksekusi mati itu dilakukan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Satu terpidana mati, Mary Jane, ditunda eksekusinya. Ketika itu, pemerintahan Jokowi mendapat sorotan dunia. Hukuman mati masih sendiri menjadi polemik. Lalu, bagaimana sesungguhnya situasi hukuman mati selama 10 tahun Jokowi menjadi presiden?
Berapa banyak vonis hukuman mati selama pemerintahan Jokowi?
Dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan, terdapat 32 vonis hukuman mati yang dijatuhkan. Dari jumlah itu, 20 vonis merupakan tindak pidana narkotika dan 12 vonis berkaitan dengan pidana pembunuhan. Total ada 71 terdakwa, dengan rincian 14 terdakwa pembunuhan dan 57 narkotika.
Usia rata-rata terdakwa hukuman mati antara 26-35 tahun, dengan jumlah 30 terdakwa. Diikuti usia 36-50 tahun, dengan 21 terdakwa. Mayoritas terdakwa laki-laki.
Data dari Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mencatat, setidaknya terdapat 530 terpidana mati yang tersebar di 67 lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia per 8 Maret 2024.
Adapun kategori tindak pidana terdakwa hukuman mati tertinggi adalah narkotika dengan 360 orang. Diikuti pembunuhan 130 orang, pencurian 11 orang, teroris sembilan orang, psikotropika sembilan orang, perlindungan anak lima orang, perampokan lima orang, dan kesusilaan satu orang.
Sementara berdasarkan sebaran peristiwa, KontraS mencatat, Sumatera Utara paling banyak menjatuhkan vonis mati, yakni delapan peristiwa. Diikuti Jawa Timur tiga peristiwa, Jakarta tiga peristiwa, dan Banten tiga peristiwa.
Apa lembaga yang paling banyak memvonis mati?
KontraS juga menemukan, pengadilan negeri menjadi tingkatan lembaga peradilan yang sering kali menjatuhkan vonis mati, yakni 28 vonis. Sedangkan pengadilan tinggi empat vonis. KontraS pun mencatat, setidaknya ada 35 tuntutan hukuman mati yang diajukan kejaksaan. Kejaksaan negeri kerap kali melakukan penuntutan hukuman mati, dengan 32 kasus pada 61 terdakwa. Lalu, kejaksaan tinggi dengan tiga kasus pada delapan terdakwa.
Lalu, mayoritas terpidana mati kasus narkotika dijerat dengan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan yang terkait pembunuhan, kebanyakan dijerat menggunakan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Koordinator Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, I Made Sudarmawan, ditemui di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (10/10) menyampaikan, sebagai aparat penegak hukum, pihaknya hanya menjalankan regulasi yang ada sesuai undang-undang maupun KUHP. Apalagi jika menyangkut kejahatan serius, seperti penyelundupan manusia maupun senjata gelap.
Berapa banyak yang sudah dieksekusi?
Ditemui di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (10/10), Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan, sepanjang 10 tahun periode pemerintahan Jokowi, ada 18 orang terpidana mati yang sudah dieksekusi. Mereka semua terlibat dalam kasus narkotika. Dari jumlah tersebut, terdapat tiga warga negara Indonesia (WNI), sisana warga negara asing (WNA) dari Belanda, Brasil, Nigeria, Malawi, Vietnam, Australia, dan Senegal.