Pemerintah berencana menetapkan Rempang sebagai kawasan transmigrasi lokal. Selain Rempang, Galang atau Barelang juga ditetapkan sebagai daerah transmigrasi terintegrasi di Provinsi Riau.
Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara mengatakan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy sudah merestui kebijakan itu.
Transmigrasi lokal, menurut Iftitah, bisa jadi solusi mandeknya proyek Rempang Eco City karena konflik agraria yang terjadi antara warga setempat dengan perusahaan. Apalagi, saat ini Prabowo tak lagi memasukan Rempang Eco City sebagai salah satu proyek strategis nasional (PSN).
Di Rempang, pemerintah juga menyiapkan kerja sama membangun industri pasir silika dengan Xinyi Group. Perusahaan asal Tiongkok itu disebut-sebut bakal merilis investasi awal sebesar Rp198 triliun untuk proyek tersebut.
Menurut Iftitah, pembangunan pabrik pengolahan pasir silika potensial menyerap
57 ribu hingga 85 ribu pekerja lokal. Namun, demikian, ia tak memaksa warga Rempang beralih menjadi pegawai perusahaan.
"Yang tidak mau kerja di pabrik karena dia nelayan, bagus. Tetap saja melaut. Nanti kami akan bantu ekosistem untuk keperikanan dan maritim. Kami sediakan kapal untuk nelayan," kata Iftitah kepada wartawan di Kementerian Transmigrasi, Jakarta, Senin (24/3).
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Handy Lubis menilai transmigrasi merupakan cara klasik untuk memobilisasi masyarakat ke suatu daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun minim populasi. Transmigrasi semacam itu rutin dipraktikan di era kolonial dan rezim Orde Baru.
"Orde Baru mempraktikkan pola yang sama dengan Hindia Belanda. Pola yang sama itu untuk mengelola sumber daya alam. Ada karet dan ada cokelat. Pemerintah Hindia Belanda bahkan sampai melakukan perpindahan orang sampai Suriname," kata Rissalwan kepada Alinea.id, Jumat (28/3).
Rissalwan menilai transmigrasi lokal ke Rempang yang digagas pemerintah hanya kedok saja untuk memperluas pengembangan industri di lingkup Rempang Eco City. Ia tak setuju pemerintah memobilisasi pendatang baru ke pulau itu.
Menurut dia, Rempang masih menyimpan bara konflik. Protes terhadap keberadaan proyek Rempang Eco City masih terus berlanjut. Kehadiran para pendatang baru lewat program transmigrasi lokal potensial bikin Rempang makin panas.
"Apalagi banyak orang berpikir bahwa hak mereka untuk tinggal di di tanah itu diambil. Sementara orang lain yang akan bekerja untuk industri dipindahkan ke situ. Jadi, memang cukup berbahaya kalau kita membiarkan hal seperti ini terjadi. Harusnya tidak ada konflik dulu," kata Rissalwan.
Konflik antara warga dan Rempang Eco City pecah pada 2024. Ketika itu, warga setempat menolak keinginan pengembang dan BP Batam untuk merelokasi warga yang tinggal di kawasan yang disiapkan jadi Rempang Eco City. Warga ogah dipindahkan karena sudah tinggal turun-temurun di Rempang.
Sosiolog dari Universitas Trunojoyo, Madura, Iskandar Dzulkarnain sepakat program transmigrasi yang digagas Ifititah bakal memperkeruh konflik. Bukan tidak mungkin warga Rempang mempersepsikan warga pendatang sebagai ancaman.
"Transmigrasi idealnya untuk pemerataan penduduk di sebuah wilayah yang masih kekurangan penduduk dengan SDA yang melimpah. Para transmigran akan mendapatkan lokasi rumah dan area (perkebunan) untuk mereka kelola supaya menjadi lahan yang produktif," kata Iskandar kepada Alinea.id.
Rempang, kata Iskandar, bukan wilayah transmigrasi yang ideal. Jika program transmigrasi dipaksakan, ia khawatir bakal pecah konflik sosial antara penduduk lokal dan transmigran. "Itu jelas sesuatu yang tidak sesuai dengan ide rencana transmigrasi," imbuh dia.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Suryana meyakini program transmigrasi ke Rempang tidak akan menimbulkan konflik. Menurut dia, warga Rempang cenderung memandang pemerintah sebagai pihak antagonis.
"Jadi, konfliknya vertikal dengan pemerintah, bukan pada sesama warga," kata Asep kepada Alinea.id di Jakarta, Kamis (27/3).
Mayoritas warga Rempang, kata Asep, berasal dari etnis Melayu yang inklusif serta lebih terbuka terhadap pendatang. Ia optimistis warga setempat tak akan mempersoalkan kehadiran pendatang baru. "Kecuali sama pemerintah," kata Asep.