close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto  Ist
icon caption
Ilustrasi. Foto Ist
Peristiwa
Rabu, 05 Maret 2025 12:41

Benarkah pejabat BPK dan aparat terlibat dalam kasus korupsi Pertamina?

Praktik korupsi di Pertamina yang terus berulang mengindikasikan keberadaan beking yang kuat.
swipe

Mantan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meminta Kejaksaaan Agung (Kejagung) mengungkap tuntas dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina 2018-2023 yang merugikan negara hingga ratusan triliun per tahun. Ahok menduga ada pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat yang menjadi beking praktik korupsi di tubuh BUMN tersebut. 

Ahok mengaku telah mengantongi sejumlah alat bukti yang mengindikasikan praktik korupsi telah berjalan lama di tubuh Pertamina. Bukti-bukti itu berupa notulensi dan rekaman rapat dengan direksi Pertamina dan anak perusahaan pertamina selama ia menjabat sebagai komisaris utama. 

"Saya boleh keluar dari sini (Pertamina). Tetapi, catatan saya punya. Kalau rezim betul-betul mau membereskan negeri ini dari korupsi di migas dan Pertamina, saya berani jamin dengan data ini saya penjarakan kalian semua,” ujar Ahok dalam sebuah siniar yang tayang di YouTube Narasi TV, beberapa hari lalu.

Menurut Ahok, digitalisasi pengadaan dan e-katalog merupakan kunci untuk menyetop praktif korupsi di Pertamina. Jika itu tidak dilakukan pemerintah, maka mafia migas bakal tetap bercokol di Pertamina. "Hanya pemainnya saja yang berganti," ujar politikus PDI-Perjuangan tersebut. 

Saat ini, Kejagung telah menetapkan 9 tersangka dalam kasus korupsi impor minyak mentah dan manipulasi RON yang dijual Pertamina. Sebagian ialah petinggi Pertamina, semisal Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional dan Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. 

Dari pihak swasta, Muhammad Kerry Adrianto Riza ditetapkan sebagai tersangka. Kerry ialah anak saudagar minyak Muhammad Riza Chalid. Riza pernah disangkutkan dalam kasus dugaan korupsi impor minyak di Pertamina Energy Trading Limited atau Petral. Pada Mei 2015, Petral dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar berjanji akan memanggil siapa pun yang diduga terlibat dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Menurut dia, sejak 2018, sudah ada ribuan kali impor minyak lewat tangan para tersangka. 

“Siapapun yang terlibat dalam perkara ini, baik berdasarkan keterangan saksi, maupun berdasarkan dokumen atau alat bukti yang lain, pasti akan kami panggil untuk dimintai keterangan. Siapa pun itu,” kata Qohar kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, akhir Februari lalu.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mempertanyakan "nyanyian" Ahok yang terkesan terlambat. Menurut dia, Ahok semestinya bisa mengungkap dugaan korupsi di Pertamina saat menjabat sebagai Komut Pertamina. 

"Dari periodenya itu terjadi pada 2018- 2024. Pada saat itu, Ahok ada di dalam. Semestinya dia tahu persis mengapa tidak saat itu dia ungkapkan. Setelah 2023, Kejaksaan Agung baru berhasil membongkar mega korupsi yang kerugiannya itu kalau benar mencapai Rp197 triliun pertahun," kata Fahmy kepada Alinea.id, Selasa (4/3).

Namun demikian, Fahmy sepakat Kejaksaan Agung harus mengusut kasus mafia migas dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina hingga ke pihak-pihak lain. Berkaca dari kasus mafia migas di Petral, menurut dia, korupsi sebesar ini tak mungkin bisa dijalankan tanpa keterlibatan pejabat lain dan aparat. 

"Waktu Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN (pada periode pertama pemerintahan Jokowi), dia menyatakan tidak sanggup membubarkan Petral yang merupakan sarang dari mafia migas. Karena apa? Karena beking yang sangat kuat," kata Fahmy. 

Fahmy menilai korupsi di Pertamina bisa terjadi di segala lini. Tata kelola minyak mentah yang amat buruk bisa dimainkan oleh mafia migas. Ia mencontihkan pengkondisian atau penghalangan dalam penggunaan minyak mentah yang seharusnya diolah di dalam negeri sebelum diekspor.

"Tetapi, dengan tata kelola yang buruk di kilang tadi, dengan berbagai alasan, ditolak. Untuk ekspor tadi, sesuai tata kelola harus ada rekomendasi dari Pertamina Holding, ada rekomendasi dari Dirjen Migas baru itu baru diekspor. Artinya, yang memberikan rekomendasi semestinya terlibat dalam permainan tadi," kata Fahmy. 

Dia menilai Kejaksaan Agung perlu melihat kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina 2018-2023 secara luas. Sebab, tata kelola yang buruk dan ditambah dengan keterlibatan pengambil keputusan yang tidak berintegritas telah membuat megakorupsi di Pertamina terus berulang. 

"Boleh saja Ahok menyarankan tata kelola dengan digitalisasi dengan e-katalog. Tetapi, tata kelola yang buruk dan ditambah dengan keterlibatan para pengambil keputusan, khususnya di puncak dirut, di Patra Niaga yang punya kewenangan untuk impor BBM, kemudian juga Dirut Kilang, juga tokoh kunci yang dia tidak punya integritas," kata Fahmi. 

Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI), Mulyanto meminta agar Kejagung segera memanggil Ahok. Sebagai orang yang pernah menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, Ahok tentu memahami seluk beluk tata kelola dan potensi penyimpanan di Pertamina.  

"Ini penting, agar terkuak semakin dalam mereka yang terlibat sebagai aktor intelektual dan pembekingnya, misalnya beking orang-orang besar di balik orang-orang Petral yg ada di Pertamina. Begitu juga kemungkinan keterlibatan BPK," kata Mulyanto kepada Alinea.id. 


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan