close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Para dosen di Politani Samarinda menggelar aksi protes menuntut pembayaran tunjangan kinerja dosen yang berstatus ASN oleh pemerintah, Februari 2024. /Foto Instagram @anggungunawan84
icon caption
Para dosen di Politani Samarinda menggelar aksi protes menuntut pembayaran tunjangan kinerja dosen yang berstatus ASN oleh pemerintah, Februari 2024. /Foto Instagram @anggungunawan84
Peristiwa
Senin, 03 Maret 2025 17:00

Curhat dosen di tengah polemik tukin: "Bagaimana ceritanya kami makan gaji buta?"

Supaya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian dosen bahkan harus nyambi jadi pengemudi transportasi daring dan berdagang.
swipe

Polemik tunjangan kinerja dosen berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang hingga kini belum dibayar Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mulai menemui titik terang. Menteri Dikti Saintek Brian Yuliarto menjanjikan bakal mencairkan tukin dosen khusus untuk tahun 2025.

"Jadi, kita fokus dulu tukin yang (tahun) ini.  Gitu ya. Saya ingin memastikan... Kami dengan teman-teman di kementerian. Tadi juga dari Komisi X DPR meminta. Ini pasti harus cair,” kata Brian kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).

Brian mengatakan kementeriannya sudah mengajukan proposal tambahan anggaran sebesar Rp2,5 triliun untuk membayar tukin dosen pada 2025. Anggaran itu sudah disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Seiring itu, Kemendikti Saintek menyiapkan data penilaian terhadap para dosen.

"Kan perlu dinilai dan sebagainya. Perlu data-data dan sebagainya. Itu jangan sampai menghambat. Anggarannya sudah oke. Tinggal masalah teknis, yaitu bagaimana penerapannya,” jelas Brian.

Kebijakan pemberian tukin untuk dosen ASN dikeluarkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim lewat Keputusan Mendikbudristek Nomor 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Jabatan Fungsional Dosen di Kemendikbudristek.

Keputusan itu mengatur alokasi tukin bagi dosen yang berstatus ASN di perguruan tinggi negeri dengan besaran sesuai jabatan. Menurut keputusan tersebut, dosen dengan jabatan asisten ahli dengan kelas jabatan 9 mendapat tukin Rp5 juta per bulan, lektor Rp8,7 juta per bulan, lektor kepala Rp10,9 juta per bulan, serta profesor Rp19,2 juta per bulan.

Rencananya, tukin itu bakal cair awal tahun ini. Namun, setelah Kemendikbudristek dipecah menjadi tiga kementerian, rencana itu tak jadi direalisasikan. Tukin untuk dosen ASN tidak bisa dicairkan karena belum ada peraturan presiden (perpres) yang mengatur alokasi anggaran untuk tukin dosen. 

Wakil Ketua Aliansi Dosen Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Seluruh Indonesia (Adaksi) Anggun Gunawan berharap pemerintah menepati janji membayarkan tukin bagi para dosen pada tahun ini. 

Ia bercerita banyak dosen berstatus ASN yang hidupnya morat-marit karena upah bulanan tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Supaya "dapur tetap ngebul",  sebagian dosen bahkan harus nyambi jadi pengemudi transportasi daring dan berdagang.

"Tetapi, kami terus disindir sama Sekjen Kemendikti Saintek makan gaji buta. Padahal, tukin aja belum dikasih. Bagaimana ceritanya makan gaji buta? Kondisi kawan-kawan itu banyak yang hidupnya prihatin karena penghasilan tidak naik, tetapi barang-barang kebutuhan terus naik harganya," kata Anggun kepada Alinea.id, Minggu (2/3).

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X di Gedung DPR, Senayan, akhir Februari lalu, Sekjen Kemendikti Saintek Togar M Simatupang sempat menyatakan sudah tidak ada jalan untuk melakukan pembayaran tunjangan kinerja dosen pada periode 2020-2024. Pasalnya, Kemendikti Saintek tak punya data pegangan untuk mengukur kinerja dosen.

Menurut hitung-hitungan Anggun, anggaran sebesar Rp2,5 triliun sebenarnya belum cukup untuk membayar tukin semua dosen berstatus ASN. Apalagi, jika Kemendikti Saintek merencanakan mendistribusikan tukin bagi semua dosen bersatus ASN tanpa klasterisasi perguruan tinggi negeri (PTN) sebagaimana harapan Adaksi. 

"Lebih baik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Badan Layanan Umum (BLU) dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum itu ditarik ke pusat, tapi tukin dibayar for all dengan nominal kelas jabatan yang ada sesuai Perka BKN (Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara)," kata Anggun.

Untuk parameter kinerja, Anggun menyarankan ada Kemendikti Saintek berpatokan pada beban kerja dosen (BKD) di masing-masing perguruan tinggi. "Indikator pembayaran tukin dosen yang fair itu adalah BKD karena itu sudah meng-cover semua kinerja seorang dosen," imbuh pengajar di Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta itu. 

Pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah mengatakan gaji pokok dosen dan sertifikasi yang berkisar Rp8 juta-Rp10 juta masih tergolong rendah. Ia berharap pemerintah tak mengingkari janji memberikan tukin pada tahun ini.

"Karena (gaji dosen) tidak sebanding dengan pendidikan dan beban kerjanya. Untuk dasar pemberian (tukin) dosen sebaiknya adalah mereka yang memenuhi BKD berhak dapat tunjangan profesi satu kali gaji pokok," kata Jejen.


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan