

Curhat kampus yang terdampak efisiensi anggaran: "AC tak nyala, bahan praktik tak terbeli"

Kebijakan pemangkasan anggaran yang diberlakukan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) mulai berdampak pada sektor pendidikan tinggi. Karena pemangkasan anggaran, dana bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) ikut turun. Kegiatan operasional kampus pun terganggu.
Kepala Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember Profesor Yuli Witono bercerita mengatakan efisiensi anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) sudah langsung terasa dampaknya. Dana penelitian dan pengabdian masyarakat di Unej terpangkas signifikan.
"Dana penelitian dan pengabdian masyarakat turun drastis akibat efisiensi, yakni dari Rp46 miliar menjadi sekitar Rp20 miliar. Tentu ini akan berdampak pada kuantitas maupun kualitas kegiatan riset dan pengabdian masyarakat beserta keluarannya," kata Yuli kepada Alinea.id, Senin (17/3).
Sempat diisukan tak akan tersentuh kebijakan efisiensi anggaran, Kemendiktisaintek mengalami pemotongan anggaran pendidikan, dari Rp22,54 triliun menjadi Rp14,3 triliun. Nominal tersebut sangat jauh dari pagu anggaran 2025 yang diajukan kementerian, yakni sebesar Rp 57,6 triliun.
Yuli mengatakan pemangkasan dana riset dan pengabdian masyarakat bisa berdampak pada reputasi Unej. Saat ini seluruh pejabat dan dosen di Unej dituntut berusaha keras untuk membangun kerja sama dengan pihak luar dan mencari sumber pendanaan baru.
"Bila kebijakan efisiensi diberlakukan terus menerus dlm jangka panjang bisa berpengaruh terhadap akreditasi," kata pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian Unej itu.
Selain terkait riset, menurut Yuli, pemangkasan anggaran juga turut mengganggu proses perkuliahan dan pembangunan infrastruktur kampus. "Kebutuhan yang bersifat rutin, seperti penghematan sumber daya listrik dan air. Selain itu, juga alat tulis kantor. Pemangkasan anggaran di Unej juga sampai menghentikan proyek pembangunan fisik," imbuhnya.
Setiap tahun, pemerintah turut membiayai perkuliahan di kampus lewat BOPTN. Pada 2024, misalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran BOPTN untuk mengongkosi sekitar 30% biaya kuliah tunggal di tiap jurusan. Sisanya dicari oleh perguruan tinggi masing-masing, termasuk lewat uang kuliah tunggal (UKT).
Guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah mengakui pemangkasan anggaran di tingkat pendidikan tinggi juga mulai dirasakan di UIN Jakarta. Pembelajaran mulai kurang efektif karena dilakukan secara daring.
"Bahan-bahan praktik tak terbeli. Jika AC (air conditioner) tidak nyala, kuliah tidak nyaman karena panas. Belajar tidak akan efektif," kata Jejen kepada Alinea.id.
Menurut Jejen, turunnya nilai BOPTN yang disalurkan Kemendiktisaintek bakal mempengaruhi aktivitas riset yang dilakukan dosen dan mahasiswa. Kampus diyakini bakal kesulitan menjaga mutu pendidikan. "Padahal tagihan akreditasinya tetap muncul," kata Jejen.
Pemangkasan anggaran juga turut mempengaruhi kampus besar seperti Universitas Indonesia. Sejak awal Maret lalu, kampus UI di Depok, Jawa Barat, menjadi gelap di malam hari karena lampu penerangan dalam kampus dimatikan.
Situasi itu diungkap Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia Defani Shafa Maharani dalam sebuah unggahan di akun Instagram resmi milik BEM UI. "Indonesia Gelap, UI Pun Gelap," tulis Defani di akun BEM UI.
Pemadaman lampu di lingkungan kampus merupakan bagian dari penghematan yang diinstruksikan dalam Surat Edaran Rektor Universitas Indonesia Nomor SE-551/UN2.R/KEU/2025. Di SE itu, UI juga merencanakan pengurangan pengadaan media pustaka, termasuk online database, e-book, dan reseach tools yang esensial bagi penelitian dan tugas akademik.
"Pemadaman pendingin ruangan (AC) pada pukul 17.00 WIB tanpa mempertimbangkan kenyamanan mahasiswa yang masih beraktivitas di kampus," tulis Defani.
Efisiensi pada sektor-sektor esensial potensial menurunkan reputasi kampus. Bukan tidak mungkin kampus-kampus yang sebelumnya masuk di jajaran world class university (WCU) seperti UI, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) terdepak dari peringkat global.
Apalagi, output riset dan reputasi global pun menjadi indikator penilaian dalam pemeringkatan perguruan tinggi di dunia. Paramater-parameter itu, misalnya, dipakai oleh QS World University Rankings, Times Higher Education (THE) World University Rankings, dan Academic Ranking of World Universities (ARWU).
Kemunduran dunia akademik
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada (UGM) Herlambang Perdana Wiratraman menilai pemangkasan anggaran riset akibat kebijakan efisiensi yang dikeluarkan pemerintahan Prabowo berdampak buruk bagi kelangsungan produksi pengetahuan. Secara tidak langsung, efisiensi juga mengganggu kebebasan akademik.
"Misalnya, berkaitan dengan bagaimana (perguruan tinggi) memproduksi pengetahuan yang baik. Proses untuk menghasilkan itu, tidak ada daya dukung atau daya dukungnya sangat terbatas. Ini memaksa dunia kampus berinovasi menyesuaikan metodologi. Ini tentu kemunduran bagi dunia akademik," ucap Herlambang kepada Alinea.id.
Dia menilai seharusnya kebijakan pemangkasan anggaran tidak pemerintah tidak menyentuh urusan hajat hidup orang banyak, seperti pendidikan dan kesehatan. Apalagi, serapan anggaran sektor pendidikan belum secara konsisten menyentuh angka 20% dari APBN sesuai yang diatur dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945
"Itu mandat konsitusi yang harus dipenuhi pemerintahan Prabowo. Kalau pemerintah tidak memenuhi (mandat konstitusi) untuk menggunakan 20 persen APBN bagi anggaran pendidikan, maka pemerintahan Prabowo menyalahgunakan kekuasaan, bertindak secara tidak konsisten dengan konstitusi," ucapnya.


Berita Terkait
Akar persoalan tingginya angka putus sekolah di daerah 3T
Cerita pemilik biro wisata yang terdampak larangan karyawisata
Curhat dosen di tengah polemik tukin: "Bagaimana ceritanya kami makan gaji buta?"
Komitmen pemerintah wujudkan Asta Cita melalui pendidikan dan infrastruktur digital

