close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Korea Utara Kim Jong-un menyepakati kesepakatan aliansi kedua negara di Pyongyang, Korea Utara, Juni 2024. /Foto Instagram @russian_kremlin
icon caption
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Korea Utara Kim Jong-un menyepakati kesepakatan aliansi kedua negara di Pyongyang, Korea Utara, Juni 2024. /Foto Instagram @russian_kremlin
Peristiwa
Selasa, 25 Juni 2024 12:46

Dag-dig-dug dunia saat Putin dan Kim kian mesra

Putin dan Kim sepakat saling membantu saat negara mereka diserang oleh negara lain.
swipe

Setelah lebih dari dua dekade, Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya kembali berkunjung ke Korea Utara (Korut). Selama beberapa hari, Putin berkeliling Pyongyang. Di sela-sela lawatan langka itu, Putin dan Presiden Korut Kim Jong-un menyepakati sebuah perjanjian kemitraan komprehensif. 

Di dalam traktat yang ditandatangani di Pyongyang, Rabu (20/5) lalu, terdapat klausul untuk saling membantu jika terjadi agresi terhadap salah satu negara. Namun, tidak dirinci peristiwa semacam apa yang dikategorikan sebagai agresi oleh negara lain dalam kesepakatan tersebut. 

Kim menyambut baik kesepakatan tersebut. Lewat kesepakatan tersebut, ia mengklaim hubungan Pyongyang dan Moskow sudah setaraf aliansi. "Ini adalah bentuk perjanjian terkuat sepanjang sejarah," kata Kim seperti dikutip dari Associated Press

Kunjungan dan kesepakatan yang dibangun Putin dan Kim terbilang kontroversial lantaran tensi di Semenanjung Korea sedang panas-panasnya. Selama beberapa pekan terakhir, Kim nge-prank Korsel dengan berulangkali mengirimkan balon udara berisi sampah melintasi perbatasan kedua negara. 

Korsel merespons aksi kekanak-kanakan Kim itu dengan menggelar siaran propaganda melalui pengeras suara besar yang dipasang di sejumlah titik di perbatasan kedua negara serta meluncurkan sejumlah rudal balistik jarak pendek melintasi Pyongyang. 

Di lain kubu, Rusia saat ini tengah terlibat perang dengan Ukraina. Sejumlah analis berpendapat perang Rusia-Ukraina potensial melebar menjadi perang NATO vs Rusia setelah Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa terang-terangan menyokong Ukraina lewat bantuan persenjataan dan dana. 

Pakar keamanan internasional dari Universitas Budi Luhur (UBL) Andrea Abdul Rahman mengaku tak aneh melihat Putin kian akrab dengan Kim. Sokongan Korut untuk Rusia sudah terlihat sejak invasi pasukan Rusia ke Ukraina. Di sejumlah titik pertempuran, ditemukan serpihan rudal dengan aksara Korea. 

"Tidak hanya alat saja, bahkan tentara Korea diikutsertakan dalam pertempuran itu. Jadi, menurut saya, kunjungan Jong Un dengan Putin adalah sebuah sinyal bahwa Rusia dan Korut tetap mesra,” ucap Andrea kepada Alinea.id, Minggu (23/6).

Terkait kesepakatan saling bantu antara Rusia dan Korut, Andre menilai itu merupakan wanti-wanti terhadap AS dan sekutunya. Rusia dan Korut terang-terangan menyatakan siap berperang dengan siapa pun yang mengganggu kedaulatan dan kepentingan nasional mereka. 

“Jadi, kedua negara ini memperlihatkan tetap mesra sudah memberikan sinyal kalau berurusan dengan mereka pasti akan dibalas dengan serangan yang lebih berbahaya dan mematikan,” ucap Andrea.

Meski begitu, Andrea tak yakin konflik di Semenanjung Korea dan perang Rusia-Ukraina bakal meluas hingga melahirkan perang nuklir. Baik Rusia, Korut, AS, dan negara pemilik senjata nuklir lainnya tak akan sembarangan mendeklarasikan perang nuklir. 

Dalam perang nuklir, kata Andrea, tersemat potensi mutual assured destruction (MAD). Artinya, negara-negara yang terlibat perang nuklir bakal ikut hancur. 

“Justru mereka, Amerika Serikat yang harus berpikir ulang terkait cara-cara yang tidak merugikan diri mereka sendiri jika nantinya mengancam kedua negara ini,” ujarnya.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponegoro (Undip) Marten Hanura tidak heran jika Rusia dan Korut kian solid. Kedua negara berbagi beban yang sama, yakni diisolasi oleh banyak negara karena kelakuan mereka.

Korut sejak lama dijauhi dari pergaulan internasional karena program senjata nuklir dan bentuk negaranya yang otoriter. Belakangan, Rusia dihantam beragam sanksi ekonomi dan embargo karena invasi ke Ukraina. 

“Sehingga harus ke mana lagi kedua negara ketika diisolasi oleh banyak negara?” ucap Marten kepada Alinea.id, Jumat (21/6).

Marten menilai aliansi kedua negara bisa membuat dunia berdebar cemas. Meskipun tak sebesar aliansi negara-negara di NATO, Rusia dan Korut punya senjata nuklir. Putin dan Kim juga dikhawatirkan cukup "gila" untuk memulai perang nuklir. 

“Kalau kita melihat Rusia dan Korut ini cukup nekat kalau kepentingannya tidak terakmodasi atau dirugikan kedaulatannya. Bisa saja tidak segan untuk mengeluarkan nuklir,” ucapnya.

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan