close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Pansel Capim dan Dewas KPK Yusuf Ateh (tengah) bersama anggota pansel lainnya. /Foto dok. Setneg
icon caption
Ketua Pansel Capim dan Dewas KPK Yusuf Ateh (tengah) bersama anggota pansel lainnya. /Foto dok. Setneg
Peristiwa
Rabu, 17 Juli 2024 12:21

Di balik sepinya peminat kursi pimpinan KPK

Sepanjang 2019-2024, KPK malah kerap jadi sumber kegaduhan karena kasus-kasus yang menjerat para petingginya.
swipe

Jumlah peminat calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024-2029 menurun jika dibandingkan periode sebelumnya. Hingga masa pendaftaran ditutup Senin (15/7), tercatat hanya ada 525 orang yang mendaftar.

Menurut data Pansel Capim dan Dewas KPK, sebanyak 318 mendaftar jadi capim KPK. Sisanya ialah peminat calon anggota Dewas KPK. Pada periode sebelumnya, tercatat ada 376 orang yang mendaftarkan diri jadi capim KPK. 

Berbasis data Pansel, target keterwakilan perempuan hingga sebesar 20% juga tak tercapai. Terdata hanya ada 11 perempuan yang mendaftarkan diri jadi capim KPK. Pada formasi calon anggota Dewas KPK, hanya ada 16 perempuan yang mencalonkan diri. 

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menganggap wajar jika peminat kursi pimpinan dan anggota Dewas KPK turun. Salah satu penyebabnya ialah buruknya kinerja KPK dan berulangnya pelanggaran etik yang menjerat para pimpinan. 

“Betul bahwa ini adalah bentuk KPK kurang diminati,” kata Boyamin kepada Alinea.id di Jakarta, Selasa (16/7).

Hampir semua petinggi KPK pernah terjerat pelanggaran etik, mulai dari Nurul Ghufron, Alexander Marwata, hingga Lili Pintauli SIregar. Karena beragam kasus etik, Lili mengundurkan diri. Salah satunya ialah menerima akomodasi hotel dan tiket menonton MotoGP 2022 di Mandalika.

Tak hanya pelanggaran etik, eks Ketua KPK Firli Bahuri bahkan terjerat kasus hukum. Firli kini berstatus tersangka dalam kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). SYL terjerat kasus korupsi di Kementan. 

Boyamin mengusulkan agar masa pendaftaran diperpanjang hingga November atau Desember. Namun, demikian ia tetap pesmistis Pansel Capim dan Dewas KPK yang diketuai Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh itu bakal meloloskan calon yang berintegritas. 

“Saya tetap konsisten pada pernyataan bahwa pansel capim KPK tidak independen dan akan meloloskan titipan karena diisi oleh pemerintah dan mereka juga tidak pernah declare kalau mereka independen,” ujar Boyamin. 

Peminat capim KPK cukup beragam. Dua pimpinan KPK periode 2019-2024 kembali mencalonkan diri, yakni Nurul Ghufron dan Johanis Tanak. Pegawai KPK lainnya yang ada di daftar calon, semisal Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. 

Dari kalangan mantan pegawai KPK, tercatat setidaknya ada empat pendaftar capim, yakni eks Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK Herry Muryanto dan eks Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono, mantan Kepala Training Pusat Edukasi Antikorupsi KPK Hotman Tambunan dan mantan Kabag Rumah Tangga KPK Arien Marttanti Koesniar.

Dari kontingen kepolisian, ada nama mantan Kapolda Lampung Irjen Pol Ike Edwin. Mewakili Kejaksaan Agung, ada nama Plt Deputi III Kemenkopolhukam Sugeng Purnomo, Sesjampidsus Kejagung Andi Herman, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Kajati Bali Ketut Sumedana, dan eks Direktur Penuntutan KPK, Fitroh Rohcahyanto.

Boyamin menilai calon-calon dari kalangan penegak hukum, termasuk dari KPK sendiri, potensial memperkuat kinerja KPK jika terpilih. Karena itu, ia berharap pansel serius menjalankan proses seleksi dan menolak calon-calon titipan penguasa. 

“Agar bisa berkompetisi dengan fair (dan kandidat yang bersih) tidak kalah dengan titipan. Ini posisi yang sudah kurang enak, istilahnya, karena banyak orang yang tidak mendaftarkan diri,” ucap Boyamin. 

Mantan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap berpendapat serupa. Menurut dia, antusiasme masyarakat untuk mendaftar jadi petinggi KPK menurun lantaran lembaga antirasuah itu malah kerap jadi sumber kegaduhan. 

Pemerintah dan DPR, kata Yudi, turut andil merusak citra KPK, mulai dari mengisiasi revisi UU KPK yang mengubah batas minimal usia dari 40 tahun menjadi 50 tahun dan menggeser posisi KPK menjadi bagian dari rumpun eksekutif.

"Perubahan usia itu membuat orang muda menjadi tidak bisa mendaftar. Belum lagi kisruh internal dan krisis integritas di pegawai dan pimpinan KPK," ujar Yudi kepada Alinea.id

Meskipun sepi peminat, Yudi berharap pansel tetap serius menjalankan tugas. Yusuf Ateh dan kawan-kawan harus berani mencoret nama-nama yang bermasalah. 

“Namun, ya, apa pun itu, inilah cerminan (kinerja) pemberantasan korupsi yang sedang menurun," imbuh dia. 

 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan