close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Palang Merah Indonesia (PMI) telah mendampingi sedikitnya 64.000 peternak dalam Operasi Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Foto istimewa
icon caption
Palang Merah Indonesia (PMI) telah mendampingi sedikitnya 64.000 peternak dalam Operasi Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Foto istimewa
Peristiwa
Kamis, 14 November 2024 13:52

Di balik viralnya mandi susu peternak sapi perah

Industri pengolahan susu lebih mengandalkan impor ketimbang menyerap susu hasil produksi peternak lokal.
swipe

Aksi protes para peternak sapi perah digelar di sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah secara serempak dalam beberapa hari terakhir. Selain aksi mandi susu, sejumlah video yang viral di media sosial menunjukkan para peternak membuang susu perah atau memberikannya secara gratis kepada pengguna jalan raya. 

Unjuk rasa digelar sebagai bentuk kekecewaan karena sebagian besar industri pengolahan susu (IPS) menolak susu dari para peternak. Karena tak terserap IPS, peternak merugi kisaran Rp70 ribu-Rp80 ribu per hari. Bagi kebanyakan peternak, hasil jual susu harian ialah biaya hidup sehari-hari. 

Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN) Teguh Boediyana mengatakan para peternak sapi perah gerah karena susu yang tidak terserap IPS. Kebanyakan IPS, kata dia, lebih memilih memenuhi kebutuhan susu via impor. 

"Pemerintah harus mengatasi dengan mem-push semua IPS segera menyerap susu segar. Tidak ada penolakan, kecuali memang susunya tidak memenuhi syarat. Kalau dia kualitasnya tidak bagus sekali, itu tergantung pakan ternak. Kalau peternak tidak punya kualitas pakan yang bagus, ya, kualitas susu rendah," kata Teguh kepada Alinea.id, Selasa (12/11).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi susu segar dalam negeri (SSDN) hanya mencapai 968.980 ton pada 2022. Angka itu hanya sekitar 20% dari kebutuhan nasional yang mencapai 4,4 juta ton. Kebutuhan domestik susu dipenuhi lewat impor dari sejumlah negara. 

Teguh bercerita peternak sapi perah terlilit liberasi bisnis pengolahan susu sejak 1998. Sebelum 1998, peternak sapi perah 'dilindungi' sederat aturan yang mengharuskan IPS menyerap susu dari peternak. Bahkan, salah satu syarat impor susu bagi IPS ialah terlebih dahulu menyerap susu dari peternak sapi perah lokal. 

"Tapi, setelah era Presiden Habibie itu, peternak ini kayak masuk ke dalam liberalisasi. Mereka harus negosiasi sendiri-sendiri dengan IPS. Kalau dulu itu, pemerintah intermediasi, tidak mengintervensi," ucap Teguh. 

Teguh menyebut rendahnya produksi dan serapan susu lokal sangat ironis. Terlebih, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) bakal segera meluncurkan program makan siang dan susu gratis di seluruh Indonesia. 

Akan sangat menyakitkan bagi para peternak lokal jika mayoritas susu untuk kebutuhan program itu dipenuhi via impor. "Program (makan siang dan susu gratis) itu harus memberi kebermanfaatan yang besar untuk perkembangan dan pengembangan peternak sapi perah rakyat. Supaya ada multiplyer effect," kata Teguh. 

Pemerintah, lewat Kementerian Pertanian (Kementan), sudah merespons aksi protes para peternak sapi perah. Dalam pertemuan dengan perwakilan peternak di Jakarta, belum lama ini, Mentan Amran Sulaiman menjanjikan regulasi untuk mewajibkan IPS membeli susu dari peternak lokal. 

Teguh mengapresiasi respons cepat Kementan. Ia berharap regulasi yang dibuat pemerintah jadi momentum penguatan industri susu lokal dan peningkatan kesejahteraan peternak. "Sebab IPS sekarang itu terbebas dari kebijakan menyerap susu," imbuhnya. 

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Agus Warsito mengaku bersyukur protes peternak sapi perah di berbagai daerah viral dan sampai ke "telinga" pemerintah. Ia membenarkan adanya hubungan yang timpang antara peternak sapi perah lokal dan IPS. 

"Fenomena viral memang menjadi tonggak pemicu. Tetapi, tidak cukup itu. Ini harus dilanjutkan dengan menelorkan regulasi dan aturan yang jelas dan adil bagi seluruh industri pengolahan susu maupun bagi peternak," kata Agus kepada Alinea.id, Rabu (13/11).

Keberpihakan pemerintah, kata Agus, ialah salah satu kunci mendongkrak produksi susu lokal. Dalam hal ini, ia sepakat perlu ada kewajiban kandungan susu segar dalam negeri [SSDN] di dalam semua produk akhir susu yang dijual di Indonesia. 

"Mengenai persentasenya, nanti bisa disesuaikan dengan jumlah produksi peternak dalam negeri," kata Agus. 

Tak kalah penting, lanjut Agus, ialah pembinaan kepada peternak sapi perah. Jika kualitas jadi pertimbangan IPS dalam menyerap susu lokal, maka pemerintah atau IPS wajib memberikan pendampingan agar para peternak sapi bisa menghasilkan susu yang kualitasnya sesuai standar industri. 

"Sebagai catatan, hari ini hanya sekitar enam belas industri pengolahan susu yang menyerap susu lokal. Sisanya, sekitar tujuh puluhan, industri lebih suka memakai produk susu impor," kata Agus. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan