Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Abdullah, menyoroti pentingnya pendekatan humanis dalam pengamanan aksi unjuk rasa, menyusul insiden yang berujung ricuh di depan Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis (20/3). Ia menegaskan kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional yang harus dijamin dalam negara demokrasi.
“Aparat keamanan gunakan cara-cara humanis saat hendak menghalau atau membubarkan massa,” ujar Abdullah dalam keterangan, Jumat (21/3).
Aksi demonstrasi yang digelar mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi terkait perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) sempat diwarnai ketegangan, mengakibatkan beberapa peserta mengalami luka-luka. Abdullah mengingatkan tugas kepolisian adalah mengayomi masyarakat, sehingga pendekatan yang lebih persuasif dan damai harus diutamakan.
“Polisi harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam menegakkan hukum dan ketertiban. Jika ada ketegangan di lapangan, aparat harus memprioritaskan langkah-langkah soft approach agar tidak memperburuk situasi,” tambahnya.
Abdullah juga menekankan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa merupakan bagian dari proses demokrasi yang sehat. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak, baik aparat keamanan maupun mahasiswa, untuk saling menjaga ketertiban dan menghindari tindakan yang dapat memicu konflik.
“Saya juga mengimbau kepada teman-teman mahasiswa agar menyampaikan aspirasi secara damai. Dengan begitu, ruang dialog tetap terbuka dan tujuan demonstrasi bisa tersampaikan dengan baik,” tuturnya.
Sebagai langkah preventif ke depan, Abdullah mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga keteduhan dan kekondusifan, terutama di bulan ramadan ini. Ia berharap semua pihak dapat mengedepankan semangat kebersamaan dan musyawarah dalam menghadapi perbedaan pendapat demi kebaikan Indonesia.
“Semua yang kita lakukan harapannya adalah yang terbaik bagi Indonesia. Semangat dan tindakan kita pun harus dilakukan dengan cara-cara yang positif,” tutupnya.