Menjelang momen mudik Lebaran 2025, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong kepolisian untuk lebih sigap dalam menangani berbagai kasus yang berpotensi merugikan masyarakat, termasuk penipuan di sektor jasa travel. Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan, menegaskan pengawasan terhadap mobil travel harus diperketat guna mencegah kejahatan yang dapat mengganggu kelancaran mudik.
“Kepolisian harus lebih sigap dan siaga dalam memantau penggunaan mobil travel saat lebaran ini yang berpotensi terjadi penipuan. Pos Pam (Pos Pengamanan) di sepanjang jalur mudik harus dimaksimalkan. Jangan kasih kendor! Lebih gencar, lebih sigap. Pelayanan publik nomor satu,” ujar Hinca kepada Alinea.id, Minggu (30/3).
Dukungan DPR ini muncul di tengah sorotan terhadap dugaan kasus penipuan yang dilakukan oleh PT Wahana Mazmur Wisata (Wahana Travel), yang telah dilaporkan oleh tiga perusahaan travel ke Polda Metro Jaya. Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat di sektor jasa perjalanan, terutama menjelang puncak arus mudik lebaran.
Kasus penipuan travel, DPR dorong kepolisian bertindak cepat
Tiga perusahaan travel, yakni PT WDI, PT LLL, dan PT DTI, telah resmi melaporkan dugaan penipuan oleh PT Wahana Mazmur Wisata (Wahana Travel) ke Polda Metro Jaya. Laporan ini mencatat dugaan kerugian hingga Rp6,2 miliar, yang melibatkan ribuan tiket perjalanan yang tidak valid, termasuk untuk perjalanan umrah.
Salah satu korban, PT WDI, mengungkapkan bahwa mereka telah memesan tiket pesawat melalui Wahana Travel sejak Oktober 2024 hingga Februari 2025 untuk keberangkatan antara Mei hingga Desember 2025. Namun, setelah melakukan pengecekan langsung ke maskapai pada awal Maret 2025, ditemukan bahwa 40 dari 50 kode booking yang diberikan tidak valid.
Kuasa hukum PT WDI, Andi Dedi Wijaya, menjelaskan kliennya telah melakukan pemesanan tiket pesawat. Yakni melalui WMW sejak Oktober 2024 hingga Februari 2025. Dengan rencana keberangkatan pada Mei hingga Desember 2025.
"Dampaknya cukup besar, dengan beberapa calon jemaah umrah yang terancam gagal berangkat. Hal ini tentu mencoreng nama baik agen perjalanan yang menjadi korban," ujar Andi di Jakarta, Sabtu (29/3).
Tidak hanya itu, korban lainnya, PT LLL dan PT DTI, juga mengalami kerugian besar akibat pemesanan paket umrah yang tidak terealisasi. Bahkan, beberapa calon jemaah umrah yang telah membayar penuh kini terancam gagal berangkat.
Sebelum laporan resmi diajukan, mediasi telah dilakukan pada 7 Maret 2025, di mana pihak terlapor mengakui kesalahan dan berjanji mengembalikan dana maksimal pada 10 Maret 2025. Namun, hingga batas waktu tersebut, hanya Rp793,95 juta yang dikembalikan, sementara sisanya belum dilunasi.
Karena tidak ada iktikad baik dari pihak Wahana Travel, para korban akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/2008/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA dan LP/B/2005/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Laporan tersebut mencakup pasal-pasal dalam KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yakni Pasal 378 KUHP (penipuan), Pasal 372 KUHP (penggelapan), Pasal 263 KUHP (pemalsuan dokumen), dan Pasal 8, 9, 16, dan 19 UU Perlindungan Konsumen.