Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus berupaya meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) melalui revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Salah satu poin penting dalam revisi UU ini adalah memberikan kesempatan bagi pekerja migran yang tidak terdokumentasi untuk melaporkan diri ke perwakilan Indonesia di luar negeri tanpa takut menghadapi sanksi.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Evita Nursanty, menegaskan banyak pekerja migran yang berangkat ke luar negeri dengan iming-iming pekerjaan bergaji besar, namun justru menjadi korban eksploitasi dan tindak kekerasan. RUU ini akan memastikan negara hadir untuk melindungi mereka, termasuk yang bekerja secara ilegal.
“Kami mengusulkan agar RUU P2MI memberikan ruang bagi pekerja migran yang bekerja secara ilegal untuk melaporkan diri ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) atau KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) di negara tempat mereka bekerja jika mendapatkan kekerasan,” ujar Evita dalam keterangan, Sabtu (22/3).
Langkah ini diambil mengingat banyaknya PMI yang menjadi korban perdagangan orang dan perbudakan modern. Dengan adanya regulasi baru ini, pekerja migran yang mengalami masalah akan mendapatkan akses perlindungan hukum yang lebih kuat.
Selain itu, RUU ini juga menegaskan sanksi yang lebih tegas terhadap pihak atau perusahaan yang merekrut dan menempatkan PMI secara ilegal. “Perekrut ilegal harus bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka lakukan. Sanksinya harus lebih tegas agar tidak ada lagi eksploitasi terhadap pekerja migran,” tegas Evita.
RUU ini juga menekankan pentingnya pendataan PMI untuk memastikan mereka bekerja dalam kondisi yang layak. Dengan revisi ini, pekerja migran diharapkan mendapatkan perlindungan lebih baik dan memiliki mekanisme pelaporan yang jelas jika mengalami pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen DPR dalam melindungi warga negaranya yang mencari nafkah di luar negeri, sekaligus menutup celah bagi praktik perdagangan orang dan eksploitasi tenaga kerja.