Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menjadi sorotan publik menjelang reses 2025. Terlebih muncul laporan dari KontraS bahwa mereka diintai oleh tiga orang tak dikenal setelah mengkritik revisi UU TNI dalam sebuah diskusi di Hotel Fairmont.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sufmi Dasco Ahmad meminta, agar pihak yang merasa terancam segera melapor ke aparat penegak hukum. Ia berharap masyarakat mendapatkan pemahaman yang lebih akurat tentang revisi UU TNI. DPR juga memastikan revisi ini tidak dilakukan secara diam-diam, melainkan melalui mekanisme yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai hal itu karena belum diketahui siapa pihak yang melakukan. Jika memang merasa terganggu atau diintimidasi, sebaiknya dilaporkan kepada penegak hukum agar bisa ditindaklanjuti sesuai prosedur,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Senin (17/3).
Hal ini juga sebagai tanggapan adanya gelombang penolakan dari masyarakat, DPR menegaskan konferensi pers dilakukan untuk meluruskan berbagai kekeliruan yang berkembang, terutama di media sosial. Dasco menyoroti banyak narasi yang beredar tidak sesuai dengan substansi revisi yang sedang dibahas.
“Kami memonitor penolakan yang berkembang di media sosial maupun media massa. Oleh karena itu, konferensi pers ini diadakan untuk memberikan penjelasan. Banyak informasi yang beredar tidak sesuai dengan isi revisi sebenarnya,” jelasnya.
Dasco menegaskan revisi ini hanya mencakup tiga pasal dan bertujuan untuk memperkuat aspek internal di tubuh TNI. Salah satu tujuan utamanya adalah memasukan aturan yang sudah berlaku agar tidak ada pelanggaran terhadap undang-undang lain.
“Jika dilihat lebih dalam, pasal-pasal ini justru untuk penguatan internal dan memastikan aturan yang sudah ada masuk ke dalam UU agar tidak terjadi pelanggaran hukum. Tidak ada dwifungsi TNI atau hal lain yang dikhawatirkan. Kami di DPR tetap menjaga supremasi sipil sesuai prinsip demokrasi,” jelasnya.
Ia menegaskan pembahasan revisi ini tetap mengikuti mekanisme yang ada di DPR. Jika telah rampung di tingkat tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin), maka revisi ini bisa segera dibawa ke rapat paripurna (rapur) dalam waktu dekat.
“Pertanyaan apakah akan dibawa ke rapur besok atau Kamis sebelum reses 2025, itu adalah kewenangan DPR sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Jika sudah selesai, mungkin bisa dibawa. Namun, apabila timus dan timsin belum selesai, ya mungkin belum bisa dibawa,” ujar Dasco.
Dalam kesempatan serupa, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto menyatakan DPR tidak memiliki informasi mengenai kejadian tersebut. Ia menyarankan agar pihak yang merasa terancam segera melapor kepada aparat penegak hukum.
“Jika ada pihak yang merasa terganggu atau diintimidasi, silakan melaporkan ke pihak berwenang. Kami di DPR tidak dalam posisi untuk menuduh siapa pun tanpa bukti yang jelas,” ujarnya.
Dengan pernyataan ini, DPR berharap masyarakat memahami revisi UU TNI tetap berpegang pada prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Komisi I DPR juga berkomitmen untuk terus membuka ruang dialog agar setiap pihak bisa memahami substansi perubahan yang diusulkan.