Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan sebelum pengesahan revisi Undang-Undang (UU) TNI, DPR telah melakukan komunikasi dan dialog terbuka dengan berbagai pihak, termasuk mahasiswa, organisasi non-pemerintah (NGO), dan koalisi masyarakat sipil. Dialog ini menjadi bukti setiap masukan dihargai dan dipertimbangkan dalam proses legislasi.
“Kami sudah berbicara dengan kelompok-kelompok mahasiswa, NGO, termasuk koalisi masyarakat sipil. Mereka kami undang untuk berdialog dan memberikan masukan, yang kemudian kami akomodasi dalam penyusunan RUU ini,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3).
Pendekatan ini menunjukkan revisi UU TNI bukanlah keputusan sepihak, melainkan hasil dari proses panjang yang melibatkan banyak perspektif.
Salah satu isu yang banyak dibahas dalam revisi UU TNI adalah kekhawatiran akan kembalinya Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru. Dasco menegaskan hal tersebut tidak menjadi bagian dari revisi yang disahkan.
“Dari beberapa pasal yang kami bahas dan telah kami sampaikan kepada masyarakat, tidak terdapat adanya peran atau Dwifungsi TNI dalam revisi ini,” kata Dasco dengan tegas.
Hal ini juga telah menjadi kesepakatan bersama dengan koalisi masyarakat sipil, yang turut mengawal proses revisi. Dengan demikian, revisi UU TNI tetap berada dalam koridor reformasi, memastikan bahwa supremasi sipil tetap terjaga dan peran TNI tetap sesuai dengan prinsip demokrasi.
Merespons RUU TNI telah disahkan oleh DPR, aspirasi masyarakat tetap mengalir. Aksi demonstrasi yang berlangsung di sekitar Gedung DPR menjadi bagian dari dinamika demokrasi yang sehat.
Ia menegaskan ekspresi keberatan dan dukungan merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi.
“Ya, namanya juga dinamika politik dalam demokrasi. Saya pikir sah-sah saja bagi mereka yang masih belum menerima RUU TNI ini,” ucapnya.
Menurutnya, dalam setiap perubahan, pasti ada pro dan kontra. Namun, yang terpenting adalah bagaimana bangsa ini menyikapi perbedaan dengan kepala dingin dan tetap membuka ruang dialog. Revisi UU TNI adalah bukti pemerintah dan parlemen tidak bekerja sendiri, melainkan senantiasa mendengar dan mempertimbangkan suara rakyat.
Dengan komunikasi yang terbuka dan pemahaman yang lebih luas, diharapkan masyarakat dapat melihat revisi ini bukanlah ancaman terhadap demokrasi, melainkan upaya untuk memperkuat pertahanan negara dalam konteks yang lebih modern dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Melalui semangat kebersamaan, bangsa ini terus melangkah maju, menjaga keseimbangan antara keamanan nasional dan nilai-nilai demokrasi yang menjadi fondasi Indonesia.