Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana membatasi sewa rumah susun (rusun) maksimal kisaran 6-10 tahun. Setelah masa sewa berakhir, penyewa rusun diwajibkan angkat kaki. Kebijakan itu bertujuan mendorong kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Marullah Matali berdalih pembatasan masa sewa itu tidak dimaksudkan untuk mengusir penyewa sudah menghuni rusun. Namun, hal itu dilakukan untuk memberi kesempatan bagi MBR di ibu kota lainnya yang belum punya rumah.
"Jadi, bukan untuk mengusir sebenarnya. Hakikatnya, mereka bisa merasakan hidup yang lebih sejahtera seperti warga Jakarta yang sudah merasakan kesejahteraan juga di tempat-tempat lain," ujar Maruli kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/2)
Biaya retribusi rusunawa lebih rendah karena disubsidi APBD DKI Jakarta. Dengan subsidi itu, sewa rusunawa yang dibangun dan dikelola Pemprov DKI juga jauh lebih rendah ketimbang rusun yang dikelola swasta.
Pemprov Jakarta masih membahas aturan pembatasan itu dalam revisi Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2014 tentang Mekanisme Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa. Marulah mengatakan kebijakan itu juga masih dikaji DPRD DKI.
"Kita berpikir kalau sudah sampai 10 tahun sih sudah banyak kali uangnya. Tapi, boleh jadi ada juga yang belum terkumpul. Itu nanti akan mendapatkan penilaian," imbuh dia.
Meski masih wacana, rencana pembatasan masa sewa bikin penghuni rusun was-was. Romlah, 46 tahun, berharap kebijakan itu tidak direalisasikan. Bersama keluarga kecilnya, Romlah menghuni rusunawa di Pesakih, Daan Mogot, Jakarta Barat, sejak 2016.
"Suami saya kerjanya cuma satpam. Gajinya cuma abis buat makan dan dana darurat," kata Romlah saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, Kamis (21/2).
Romlah ialah salah satu korban penggusuran di kawasan Kapuk, Jakarta Utara. Ia mengaku sudah mengimpikan rumah sendiri sejak diusir dari Kapuk. Namun, tabungannya tidak pernah mencukupi untuk biaya kredit rumah.
"Kalau dihitung-hitung, cuma buat untuk makan sama anak sekolah aja. Kalau dibatasi masa sewa, bingung saya mau ke mana. Paling saya ngontrak lagi," kata Romlah.
Hal serupa diutarakan Marwan alias Wawan. Ia tak sepakat bila masa sewa rusun dibatasi hingga 6 sampai 10 tahun. Ia sadar bakal kesulitan untuk mengumpulkan duit untuk membeli rumah di Jakarta.
"Kerja cuma jadi supir ekspedisi, mau beli rumah di Jakarta? Mana bisa. Saya nyari rumah di daerah di Cisauk sama Sepatan juga enggak sanggup," kata Wawan saat berbincang dengan Alinea.id di Taman Semanan Indah, Jakarta Barat, Kamis (21/2).
Analis kebijakan publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang Miftahul Adib mengkritik rencana Pemprov DKI membatasi masa sewa di rusun.
Dengan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) lebih dari Rp80 triliun, semestinya Pemprov DKI bisa membangun lebih banyak rusun dan rumah-rumah subsidi untuk menampung semua MBR di Jakarta yang belum punya rumah.
"Kalaupun dia tidak cukup anggaran, bisa narik CSR (corporate social responsibility) perusahaan itu. Kalau tidak bisa lagi, tarik utang-utang pengembang yang harus menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum," kata Miftahul kepada Alinea.id, Kamis (21/2).
Jika direalisasikan, Miftahul berpendapat kebijakan tersebut kian meminggirkan warga miskin di DKI. Apalagi, pemerintah daerah tak punya solusi atau rencana terperinci untuk memastikan warga yang terusir dari rusun bisa hidup lebih sejahtera dan punya hunian.
"Kecuali penghuni rusun itu didampingi sampai penghasilannya mampu membeli rumah, ya, baru keluar dari rusun. Enggak apa-apa kalau seperti itu. Pemprov DKI Jakarta itu banyak duitnya. Jadi, harus ada perencanaan yang efisien," kata dia.
Pendapat sedikit berbeda diutarakan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Menurut dia, masa sewa rusun memang harus dibatasi. Rusun-rusun dibangun Pemprov DKI sebagai tempat tinggal sementara bagi MBR.
"Masalahnya, kalau tidak dibatasi, rusun itu nanti seperti diwarisi dari bapak ke anak. Akhirnya, dianggap hak milik, repot itu. Rusun sewa itu mamang masanya dibatasi sampai penghuni mampu beli rumah sendiri," kata Agus kepada Alinea.id, Kamis (21/2).
Namun demikian, Agus sepakat pembatasan masa sewa rusun harus dibarengi solusi menyediakan rumah dengan harga yang terjangkau bagi penghuni rusun sewa. Harus dipastikan penyewa rusun tak beralih ke hunian yang tidak layak.
"Itu harus dilakukan agar tidak problematik nantinya. Mereka yang sudah habis masa sewanya supaya tidak kembali tinggal di tempat yang tidak semestinya," kata Agus.