close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
KRI Sutedi Senoputra-378 (kiri) dan KRI Teuku Umar-385 (kanan) berlayar meninggalkan Faslabuh Lanal Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (9/1/2020). /Foto Antara
icon caption
KRI Sutedi Senoputra-378 (kiri) dan KRI Teuku Umar-385 (kanan) berlayar meninggalkan Faslabuh Lanal Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (9/1/2020). /Foto Antara
Peristiwa
Minggu, 21 Juli 2024 12:32

Indonesia di pusaran "perang" pangkalan militer AS-Tiongkok

Diam-diam, Tiongkok mengucurkan dana untuk pembangunan pangkalan militer Ream di Kamboja.
swipe

Pemerintah Filipina mulai mengebut renovasi sejumlah pangkalan militer mereka di berbagai wilayah. Awal tahun ini, Filipina merencanakan upgrade menyeluruh untuk markas pasukan angkatan laut Camilo Osias yang terletak di ujung utara Pulau Luzon. Instalasi itu direncanakan jadi salah satu pangkalan militer Amerika Serikat di Filipina. 

Sesuai kesepakatan Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) teranyar, AS diperbolehkan membangun 5 pangkalan militer baru di negara tersebut. Berbasis EDCA 2014, AS sebelumnya sudah diberikan akses kepada 4 pangkalan militer di Filipina. Artinya, AS kini bisa mengirim persenjataan dan prajurit ke 9 pangkalan militer mereka di Filipina. 

Renovasi pangkalan militer itu sebagian besar didanai oleh AS. Selain merotasi pasukan, AS juga semakin rutin mengirimkan senjata strategis untuk memperkuat pangkalan militernya di Filipina. April lalu, AS mengirimkan peluncur rudal jarak menengah Typhon ke Luzon. Senjata itu kemungkinan telah dipasang di Camilo Oasis. 

Roland G. Simbulan, pakar geopolitik dari University of the Philippines (UP) meminta pemerintah Filipina mengkaji ulang kerja sama militer Filipina dengan AS. Ia berpendapat penambahan pangkalan militer AS di Filipina bakal memperkeruh konflik di Laut China Selatan (LCS). 

"Pangkalan EDCA akan membahayakan kedaulatan nasional Filipina dan menjadikan target serangan dalam persaingan geopolitik," ujar Simbulan saat berbicara pada peluncuran edisi ketiga buku 'The Bases of Our Insecurity' dalam sebuah forum media di Kota Quezon, belum lama ini. 

Filipina, kata Simbulan, bisa terjebak dalam pusaran konflik antara AS, China, dan Rusia. Tak seperti di masa lalu, konflik militer yang kemungkinan terjadi di masa depan bisa membuat Filipina jadi sasaran tembak. 

Ia mencontohkan bagaimana Filipina dijadikan titik peluncuran roket dan rudal AS selama Perang Vietnam. "Jika Vietkong kemudian mempunyai kekuatan militer yang memadai, mereka bisa menyerang balik pangkalan di Filipina atau menjadikan (Filipina) sasaran," ujar Simbulan. 

Sempat mesra pada era Rodrigo Duterte, hubungan Filipina dan China memburuk pada era Bongbong Marcos. Filipina bahkan telah menarik diri dari kesepakatan Belt and Road Initiative (BRI) yang diinisiasi Tiongkok. Klaim Tiongkok atas LCS jadi sumber utama pemantik konflik antara kedua negara. 
 
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Faudzan Farhana menilai penambahan pangkalan militer AS di Filipina perlu diwaspadai. Peningkatan kekuatan pasukan AS di Indo Pasifik mengindikasikan AS siap berkonflik terbuka dengan China. 

"Sebab dalam konteks potensi konflik di LCS, tentunya ini akan mempertegas posisi Filipina sebagai salah satu negara anggota ASEAN yang berperkara dengan Tiongkok, sekaligus juga mengumumkan aliansi mereka dengan AS yang juga merupakan musuh alami Tiongkok," ucap Farhana kepada Alinea.id, Kamis (18/7).

Jika AS berkongsi dengan Filipina, Tiongkok berpartner dengan Kamboja. Sejak pertengahan 2022, China menggelontorkan dana untuk mengebut pembangunan pangkalan militer Ream di Kamboja. Dua kapal perang Tiongkok disiagakan di dermaga pangkalan militer itu pada periode Desember 2023 hingga Juni 2024. 

Terletak di barat daya Kamboja, Ream berjarak sekitar 800 kilometer dari Kepulauan Natuna, Riau. Dalam konflik LCS dengan Indonesia, China mengklaim laut Natuna utara yang kaya akan gas alam sebagai bagian dari wilayah mereka. 

Indonesia, kata Farhana, perlu menggelar konsolidasi dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk memastikan ASEAN tetap independen dan tidak terlibat dalam konflik antara negara adidaya. Apalagi, tensi antara Tiongkok dan AS kian memanas. 

"Indonesia perlu bersiap, terutama dalam hal memastikan penguatan pertahanan dan keamanan kita di wilayah Natuna utara yang berbatasan langsung dengan wilayah yang disengketakan di LCS," ucap Farhana. 

Pakar geografi politik Universitas Islam 45 (Unisma), Rasminto mengatakan pemerintah Filipina "menggadaikan" kedaulatan negara mereka dengan memperbolehkan AS membangun pangkalan militer di negara tersebut. 

“Hubungan AS dan Filipina sering diperdebatkan oleh akademisi dan aktivis manusia di Filipina karena dianggap memberikan terlalu banyak pengaruh kepada AS atas urusan pertahanan Filipina,” kata Rasminto dalam siaran pers yang diterima Alinea.id, Jumat (12/7) lalu.

Rasminto membenarkan konflik terbuka antara AS dan Tiongkok sangat mungkin terjadi. Meskipun tak berkepentingan langsung di LCS, AS perlu bermanuver untuk mempertahankan pengaruhnya di kawasan Indo Pasifik yang kian tergerus karena eksistensi Tiongkok. 

"Kawasan ini telah menjadi medan persaingan strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok. AS telah lama memegang posisi dominan di Asia Pasifik dan mempertahankan kehadiran militernya sebagai bagian dari strategi untuk mengamankan kepentingannya dan mempertahankan pengaruhnya," jelas Rasminto. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan