Sapuan kuas salah satu seniman muda paling cemerlang di Gaza terhenti selamanya dalam satu momen yang menghancurkan akibat serangan udara Israel di Gaza.
Dina Khaled Zaurub yang berusia 22 tahun tewas dalam serangan udara Israel di sebelah barat Khan Younis, tempat ia berlindung bersama keluarganya di dekat resor Pantai Pasir.
Dikenal karena potret-potretnya yang indah dan menghantui tentang orang-orang Palestina yang tewas dalam perang, Zaurub diam-diam telah menjadi suara bagi mereka yang terbungkam, menerjemahkan kesedihan, kenangan, dan perlawanan ke atas kanvas.
Karyanya menangkap kemanusiaan di balik berita utama, kisah-kisah yang coba dihapus oleh bom. Potret terakhirnya, yang belum selesai, adalah dirinya sendiri.
Kementerian Kebudayaan Palestina mengeluarkan pernyataan sedih yang berduka atas hilangnya "seorang wanita muda berbakat yang karyanya membuat kenangan tetap hidup di masa penghapusan tanpa henti." Mereka menyebut pembunuhannya sebagai babak lain dalam genosida yang terjadi di Gaza.
Lahir dan dibesarkan di tanah yang mengalami terlalu banyak kehilangan, Zaurub menunjukkan tanda-tanda bakat luar biasa sejak usia dini. Pada tahun 2015, di usianya yang baru 13 tahun, ia memenangkan Penghargaan Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan untuk kategori gambar terbaik tentang hak anak selama konflik bersenjata.
Bakatnya kemudian diakui oleh Kementerian Pendidikan dan UNRWA. Namun, potretnya tentang para martir, teman, orang asing, anak-anaklah yang membuatnya mendapat tempat di jiwa budaya Gaza.
“Ia melukis wajah orang mati untuk memastikan kita tidak pernah melupakan mereka,” kata seorang seniman dan teman. “Sekarang, kita tidak boleh melupakannya.”
Hingga awal tahun 2025, operasi militer Israel yang sedang berlangsung telah menghancurkan Gaza. Sistem perawatan kesehatan pun runtuh. Bangunan bersejarah, sekolah, lahan pertanian, dan kuburan telah hancur menjadi puing-puing.
Hampir seluruh penduduk, lebih dari 2,3 juta orang, telah mengungsi, banyak yang kini berlindung di tenda-tenda darurat seperti tempat Zaurub dan keluarganya berlindung.
Kematiannya lebih dari sekadar tragedi pribadi, ini adalah simbol dari apa yang dihapus oleh perang ini: bukan hanya kehidupan, tetapi juga kisah, mimpi, dan harapan rapuh yang dituangkan dalam sapuan kuas dan syair.(daysofpalestine)