Kematian Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh masih menyisakan sejumlah tanda tanya. Hingga kini, metode pembunuhan Haniyeh simpang-siur. Pemerintah Iran sempat mengklaim Haniyeh tewas karena proyektil jarak pendek yang ditembakkan dari luar wisma tempat Haniyeh menginap.
Namun, sejumlah pejabat tinggi Iran lainnya menyebut Haniyeh tewas karena bom yang ditanam sejak dua bulan lalu di sebuah wisma yang dijaga Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) di Neshat, Iran. Bom itu diledakkan dari jarak jauh.
Israel dituding jadi pelakunya. Tak seperti biasanya, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu tak mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Operasi pembunuhan Haniyeh ditengarai dijalankan oleh agen-agen Mossad, badan intelijen Israel.
Meski tak ada bukti konkret, pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponegoro (Undip) Marten Hanura menilai operasi pembunuhan Haniyeh hanya mungkin dilakukan oleh Mossad. Ia melihat eksekusi Haniyeh serupa dengan yang pernah dijalankan Mossad terhadap ilmuwan nuklir Iran.
“Dari pola yang ada, dari korban seperti pejabat Iran dan Hamas itu mengindikasikan kuat bahwa itu (adalah operasi agen) Mossad. Selain itu, Iran memang mudah disusupi,” kata Marten kepada Alinea.id, Selasa (6/8).
Pada November 2020, Mossad mengeksekusi Mohsen Fakhrizadeh, ilmuwan yang dikenal sebagai bapak nuklir Iran. Fakhrizadeh tewas diberondong peluru dari senjata otomatis yang dioperasikan dengan bantuan artificial intelligence (AI).
Menggunakan sebuah mobil sedan, kala itu, Fakhrizadeh dalam perjalanan pulang ke rumahnya di timur Teheran. Agen Mossad menempatkan sebuah mobil yang dipersenjatai senjata otomatis di jalan yang dilalui Fakhrizadeh. Mobil dan senjata dioperasikan dari jarak jauh.
Khusus untuk pembunuhan Haniyeh, Marten menduga ada pengkhianat di kubu Iran. Menurut dia, Mossad menempatkan mata-mata di militer Iran sehingga bisa mengetahui informasi mendetail mengenai tempat Haniyeh menginap.
“Penyusupan intel Israel bisa sampai ke elite Iran atau bahkan jenderalnya,” ujar Marten.
Hamas merupakan salah sekutu organisasi paramiliter sekutu Iran di Timur Tengah. Selain dengan Hamas, Iran juga beraliansi dengan Hezbollah di Lebanon dan Suriah.
Selama beberapa tahun terakhir, Israel rutin memburu dan mengekeskusi petinggi Hezbollah, pejabat Hamas, dan Suriah. Juli lalu, misalnya, militer Israel sukses meluncurkan rudal yang menewaskan komandan militer Hezbollah Fuad Shukr di Beirut, Lebanon.
Shukr ialah penasihat militer pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah. Aktif sejak dekade 1980-an, Shukr diduga terlibat dalam pengeboman barak militer AS di Beirut pada 1983. Informasi mengenai tempat persembunyian Shukr disebut-sebut didapat oleh agen-agen Mossad yang beroperasi di Lebanon.
Sebulan sebelumnya, agen Mossad juga beraksi di Lebanon. Agen Mossad diduga mengeksekusi seorang pedagang valuta asing berusia 57 tahun bernama Mohammad Srour di Beirut.
Meski direkayasa layaknya sebuah perampokan, Hezbollah menuding Mossad dalang pembunuhan Srour. Sejak 2019, Srour masuk dalam daftar target AS karena menyalurkan dana dari Iran melalui Hezbollah untuk mendanai operasi Hamas di Jalur Gaza.
Agen-agen Mossad juga diduga terlibat dalam pembunuhan jenderal Qasem Soleimani pada Januari 2020. Qasem tewas karena serangan drone AS saat berada di bandara Baghdad, Irak. Informasi mengenai petinggi Garda Revolusi Iran itu disediakan oleh agen Mossad.
Pakar keamanan internasional dari Universitas Budi Luhur (UBL) Andrea Abdul Rahman sepakat Mossad berada di balik pembunuhan Haniyeh serta sejumlah petinggi militer Iran dan Hezbollah. Ia meyakini Iran sudah disusupi mata-mata Israel.
"Pasifnya Iran (dalam pembunuhan Haniyeh) menambah kuat dugaan tersebut," ucap Andrea kepada Alinea.id, Senin (5/8).
Menurut Andrea, agen-agen Mossad sudah menyebar di berbagai negara di Timur Tengah, semisal Lebanon, Suriah, Yordania, dan Mesir. Tujuannya tak lain ialah untuk mengidentifikasi dan mengeksekusi figur-figur yang potensial mengancam eksistensi Israel.
“Sebagaimana mereka gembar-gemborkan di internal Israel, The Great Israel’ atau Israel Raya,” jelas dia.
Mossad didirikan pada 13 Desember 1949. Mulanya, Mossad ialah sayap intelijen Haganah, kelompok paramiliter kaum Zionis yang beroperasi pada awal "kemerdekaan" Israel. Beroperasi selama lebih dari 70 tahun, agen Mossad kini pakar dalam infiltrasi, pencurian data, penculikan, pembunuhan, dan rekrutmen mata-mata.
Dalam Rise and Kill First, Ronen Bergman menulis Mossad dan militer Israel telah menjalankan lebih dari 500 operasi intelijen yang menewaskan sekitar 1.000 orang hingga tahun 2000. Pada era Intifada kedua hingga kini, sekitar 1.800 operasi intelijen dijalankan untuk memburu target-target yang dianggap sebagai musuh Israel.
Menurut Bergman, Mossad punya riwayat kerja sama dengan agen spionase di berbagai negara di Timur Tengah, terutama dengan Yordania dan Maroko. Di Maroko, Mossad bahkan diperbolehkan mendirikan cabang permanen di Rabat.
"Dari situ, agen-agen Mossad memata-matai negara-negara Arab," tulis Bergman.
Eli Cohen bisa dikata agen Mossad paling mahsyur sepanjang sejarah. Pada awal 1960-an, ia sukses menginfiltrasi Suriah dan bahkan sempat dipercaya sebagai penasihat kemanan Suriah. Pada 1965, ia dieksekusi lantaran kedapatan mengirimkan informasi rahasia ke Israel.