Daftar keterlibatan oknum polisi dalam kasus-kasus narkotika semakin bertambah panjang. Teranyar, Kasat Reserse Narkoba Polresta Barelang, Riau, Kompol Satria Nanda dipecat dengan tidak hormat lantaran kedapatan menjual barang bukti sabu seberat 1 kilogram.
Selain Satria, dua perwira kepolisian dan tujuh anggota Satres Narkoba Polres Kota Barelang tengah diperiksa karena diduga terlibat dalam kasus tersebut. Satria bersama dua rekannya tengah mengajukan banding atas pemecatan tersebut.
Merujuk pada data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), setidaknya ada 69 anggota Polri yang terlibat dalam berbagai kasus narkotika pada periode Juli 2023-Juni 2024. Sebanyak 17 di antaranya bahkan berstatus sebagai pengedar.
Sanksi tegas diberlakukan bagi para oknum-oknum kepolisian yang terlibat. Selain pemecatan dengan tidak hormat, kasus-kasus penjualan narkotika yang melibatkan aparat juga diproses hingga masuk ke meja hijau. Hukuman terberat dikeluarkan para hakim yang mengadili kasus mereka.
Pada Maret 2024, misalnya, Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, menjatuhkan hukuman mati terhadap tiga terdakwa kasus jual beli dan peredaran narkotika. Salah satu terpidana mati ialah mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan, AKP Andri Gustami. Andri telah delapan kali meloloskan pengiriman puluhan kilogram sabu dan ekstasi di Bakauheni.
Di Riau, Aipda Evgiyanto yang meloloskan penyelundupan 52 kilogram sabu juga dijatuhkan vonis mati. Pada 2023, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan eks personel Polres Siak itu. Sebelumnya, PN Dumai hanya merilis vonis penjara seumur hidup bagi Evgiyanto.
Yang paling fenomenal ialah kasus yang melibatkan eks Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa. Pada Juli 2023, hakim memvonis hukuman penjara seumur hidup bagi Teddy. Ia dinyatakan terbukti menggelapkan dan menjual sabu hasil sitaan. Itu kali pertama oknum polisi setingkat kapolda dibui seumur hidup karena menjual narkotika.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2012-2016, M. Nasser mengapresiasi keberanian para hakim menghukum para oknum kepolisian yang terlibat dalam kasus peredaran narkotika. Namun, ia menduga vonis-vonis berat belum menimbulkan efek jera.
“Polisi, selaku aparat penegak hukum, seharusnya mengenakan hukum dengan benar. Kalau dia melanggar, apalagi memanfaatkan celah hukum, itu perkaranya tuntutannya dan hukumannya harus lebih berat dari pelaku yang bukan polisi,” jelas Nasser kepada Alinea.id, Jumat (6/9).
Selain sanksi tegas bagi yang terlibat, Nasser memandang penguatan pengawasan terhadap personel di lapangan juga harus diperkuat. Seiring itu, Polri harus terus membenahi sistem manajemen barang bukti.
Dirinci dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Polri, menurut Nasser, sistem manajemen barang bukti kepolisian masih bercelah.
"Ini (berulangnya kasus narkotika yang melibatkan oknum kepolisian) berarti tidak berjalan dengan baik. Ini membutuhkan pengawasan atasan. Jadi, atasannya tahu berapa yang disita dan disimpan di mana. Tahu semua itu atasannya. Jadi, kalau ada pelanggaran, mestinya tahu juga,” kata Nasser.
Pengamat kepolisian, Johannes Widiantoro sepakat masih ada kelemahan pada pengawasan internal Polri sehingga kasus-kasus peredaran narkotika yang melibatkan oknum-oknum kepolisian terus berulang. Ia pun menyarankan pembenahan pada sistem manajemen barang bukti.
“Aspek kepemimpinan yang kuat juga penting. Salah satunya ketegasan dalam mengungkap dan menindak aparat penegak hukum yang bermain-main dengan barang bukti,” ujar Johannes kepada Alinea.id, Sabtu (7/9).
Pemberlakuan sanksi yang tegas dan vonis berat, menurut Johannes, bisa menimbulkan efek jera dalam jangka panjang. Tak kalah penting, Polri merekrut personel yang benar-benar berintegritas sehingga tak mudah tergoda untuk bermain barang haram.
“Prinsipnya, siapa pun boleh mencari pendapatan sampingan, termasuk aparat penegak hukum. Namun tentu yang legal. Menyalahgunakan barang bukti adalah kejahatan. Potensi aparat penegak hukum untuk menjadi pemain atau bagian dari itu sangat besar tanpa pengawasan dan penegakan hukum,” ujarnya.