close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah dosen berunjuk rasa memprotes batalnya pencairan tunjangan kinerja dosen berstatus ASN di Kementerian depan kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Teknologi, dan Inovasi (Kemdiktisaintek) di Jakarta, Januari 2025. /Foto Instagram @anggun.gunawan84
icon caption
Sejumlah dosen berunjuk rasa memprotes batalnya pencairan tunjangan kinerja dosen berstatus ASN di Kementerian depan kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Teknologi, dan Inovasi (Kemdiktisaintek) di Jakarta, Januari 2025. /Foto Instagram @anggun.gunawan84
Peristiwa
Jumat, 10 Januari 2025 12:52

"Kami dituntut cetak Indonesia emas, tapi hak tukin gak jelas..."

Kalangan dosen memprotes batalnya pencairan tunjangan kinerja yang dijanjikan Mendikbud Nadiem Makarim pada awal 2025.
swipe

Karangan bunga memenuhi halaman depan kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Teknologi, dan Inovasi (Kemdiktisaintek) di Jakarta, akhir pekan lalu. Sebagian besar karangan bunga dikirimkan oleh Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi).

Bukan berupa ucapan selamat atas pelantikan pejabat di lingkungan Kemdiktisaintek, karangan-karangan bunga itu bernuansa duka cita dan kekecewaan. Para dosen menyampaikan pupusnya harapan mereka setelah tahu tunjangan kinerja (tukin) dosen batal dicairkan pada awal 2025.

"Kami dituntut cetak Indonesia emas, tapi hak tukin gak jelas," bunyi salah karangan bunga yang dikirim Adaksi Semarang. 

Angin segar tukin untuk dosen ASN diembuskan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim lewat Keputusan Mendikbudristek Nomor 447/P/2024 tentang Nama Jabatan, Kelas Jabatan, dan Pemberian Besaran Tunjangan Kinerja Jabatan Fungsional Dosen di Kemendikbudristek.

Keputusan menteri itu mengatur alokasi tukin bagi dosen yang berstatus aparatur sipil negara di perguruan tinggi negeri dengan besaran sesuai jabatan. Menurut keputusan tersebut, dosen dengan jabatan asisten ahli dengan kelas jabatan 9 mendapat tukin Rp5 juta per bulan, lektor Rp8,7 juta per bulan, lektor kepala Rp10,9 juta per bulan, serta profesor Rp19,2 juta per bulan.

Rencananya, tukin itu bakal cair awal tahun ini. Namun, setelah Kemendikbudristek dipecah menjadi tiga kementerian, rencana itu tak direalisasikan. Wamendikti Saintek Stella Christie berdali tukin dosen ASN tidak bisa dicairkan karena belum ada peraturan presiden (perpres) yang mengatur alokasi anggaran untuk tukin para dosen. 

"Perpres ini kunci. Ini memang harus diurus. Nah, rancangan perpres ini pun sudah ada dan sedang dibicarakan di rapat-rapat harmonisasi antar-kementerian," kata Stella seperti dikutip dari Tempo

Guru besar dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan mengatakan perlu ada perbaikan mendasar dalam sistem penggajian dan tunjangan bagi para dosen yang berstatus ASN. Ia mengusulkan agar pemerintah meningkatkan gaji pokok ketimbang bergantung pada tukin untuk menyejahterakan para dosen. 

“Pemerintah seharusnya fokus meningkatkan gaji pokok, bukan tunjangan. Jika satu tunjangan seperti tukin itu tidak ada, penghasilan dosen turun drastis,” ujar Cecep kepada Alinea.id, Rabu (8/12).

Menurut cecep, tunjangan kinerja semestinya diberikan bagi semua dosen, baik yang berstatus ASN maupun yang bekerja di perguruan tinggi swasta. Semua pengajar, kata dia, sama-sama bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa. 

"Tanpa kepastian mengenai kesejahteraan dosen, bukan hanya kinerja individu yang akan terdampak, tetapi juga kualitas pendidikan tinggi nasional. Pemerintah harus segera menuntaskan masalah ini agar tidak terus berlarut-larut dan merugikan dunia pendidikan," kata dia. 

Pengamat pendidikan Jejen Musfah sepakat pemerintah harus segera mencari jalan tengah untuk "mendamaikan" para dosen yang kecewa tak mendapatkan tukin pada awal tahun ini. Ia berpendapat batalnya pencairan tukin akan berdampak pada penurunan motivasi dan kinerja dosen. 

“Tanpa tukin, penghasilan dosen sangat rendah. Padahal, tugas dosen tidak hanya mengajar, tetapi juga meneliti dan mengabdi kepada masyarakat,” jelas Jejen kepada Alinea.id, Kamis (9/12).

Menurutnya, pemberian gaji yang layak penting agar dosen bisa fokus mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Gaji kecil akan membuat dosen mencari pekerjaan sampingan dan tidak serius mengajar. "Ini berbahaya karena profesi dosen menjadi kurang menarik bagi generasi muda,” imbuhnya. 

Jejen Musfah berharap pemerintah segera mencari solusi atas polemik ini. “Regulasi sudah ada, tetapi entah mengapa tidak dianggarkan. Apakah ini kelalaian atau disengaja, pemerintah harus memberikan jawaban,” ujar dia. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan