Indonesia Police Watch (IPW) mencatat, kasus bunuh diri yang dilakukan anggota kepolisian meningkat tiga kali lipat sepanjang tahun 2024. Tahun ini, ada sembilan anggota Korps Bhayangkara yang bunuh diri. Jumlah itu meningkat dari tahun 2023, yang hanya tiga kasus.
Awal tahun 2024, tepatnya pada 9 Januari, anggota satuan Samapta Polres Wonogiri, Jawa Tengah, Bripda Muhammad Ridho, ditemukan tewas gantung diri di kamarnya di barak pengendalian masyarakat (dalmas) Polres Wonogiri.
Pada 23 Januari, anggota polisi yang bertugas di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sofifi Polda Maluku Utara, Ipda Wahyu Hidayat tewas di asrama SPN, diduga bunuh diri. Beberapa bulan kemudian, persisnya 4 April, anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Tengah, Kompol Tumanggor ditemukan tewas di depan rumahnya di Kompleks Akpol Semarang, diduga menembakkan pistolnya saat berada di dalam mobil.
Beberapa hari setelahnya, tepatnya pada 25 April, giliran anggota Satlantas Polres Kota Manado, Brigadir Ridhal Ali Tomi yang tewas dengan luka tembak di kepala ketika berada di dalam mobil di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Kemudian, pada 15 Juli, ajudan Wakapolres Sorong, Papua Barat Daya, Bripda Riko Roy Nussy tewas gantung diri di dapur rumah dinas di Kabupaten Sorong. Sebulan kemudian, persisnya 11 Agustus, Kapolsek Prajurit Kulon Polres Mojokerto Kota, Kompol Maryoko ditemukan tewas gantung diri di kediamannya di kawasan Puri, Mojokerto.
Di bulan yang sama, pada 15 Agustus, anggota Satlantas Polres Tuban, Jawa Timur, Briptu Toyib Widiyantoro meninggal dunia diduga bunuh diri di rumahnya di Kompleks Perum Griya Manunggal Asri, Kabupaten Tuban.
Lalu, pada 3 September, Kanit Samapta Polsek Girimulyo, DI Yogyakarta, Ipda Bambang Subagyo meninggal usai menembakkan pistol ke arah kepalanya di rumahnya di Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Terakhir, pada 21 November anggota polisi yang bertugas di Polda Bangka Belitung, Bripka JA tewas gantung diri di kamar kontrakannya di Perumahan Tunas Tanjung Bunga, Bukit Intan.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, faktor yang membuat polisi melakukan bunuh diri tidak tunggal. Bisa dilatar belakangi masalah keluarga atau tekanan kerja yang membebani mental personel kepolisian.
Dari sembilan kasus bunuh diri itu, Sugeng mencatat, empat di antaranya dilakukan dengan menembak diri sendiri, empat lagi gantung diri, dan satu lainnya menenggak racun sianida.
“Perlu ada pengawasan berkala dari institusi dan juga atasan dalam mencegah bunuh diri polisi,” kata Sugeng.
Sugeng menilai, polisi yang mengalami tekanan psikologis atau depresi, yang membautnya rentan bunuh diri, tidak bisa dibiarkan sendirian. Mereka perlu pendampingan dari rekan kerja atau atasan agar mau mengakses layanan psikologi, supaya tidak berujung bunuh diri.
“Atasan dan rekan kerja harus sadar dan peduli dengan kondisi ini,” ujar Sugeng.
Menyikapi hal ini, Guru Besar Ilmu Psikologi Universitas Indonesia (UI) Rose Mini Agoes Salim merasa, tren bunuh diri yang meningkat di kalangan kepolisian harus segera ditelaah dengan penelitian. Tujuannya, untuk menemukan jawaban, apakah memang bunuh diri yang terjadi terkait erat dengan tekanan kerja atau kultur kerja, atau karena masalah domestik.
Bisa jadi, kata Rose, tren bunuh diri yang meningkat berpangkal dari masalah rekrutmen yang kurang jeli menyaring seseorang saat masuk sebagai anggota Polri. Ujian psikologis perlu dilakukan dengan cermat untuk mengetahui apakah seseorang itu punya kemampuan mengelola stres.
Rose juga merasa, perlu didalami apakah ada perubahan signifikan dari budaya dan beban kerja anggota polisi, sehingga membuat beban yang ditanggung saat ini sulit dikendalikan sendirian. Setelah penyebab utama polisi nekat bunuh diri ditemukan, baru selanjutnya merancang solusi penanggulangan.
“Jadi, apakah mereka rentan terhadap stres atau mereka orang yang betul-betul bisa dianggap memiliki kemampuan tahan banting, tidak ada masalah-masalah dalam pekerjaan atau keluarga,” ujar Rose kepada Alinea.id, Senin (23/12).
“Orang yang biasanya melakukan bunuh diri itu adalah orang yang merasa tidak ada jalan keluar lagi.”
---
Peringatan: Artikel ini tidak ditujukan untuk melakukan hal serupa. Jika Anda, teman, atau keluarga Anda memiliki gejala depresi dengan kecenderungan pemikiran untuk bunuh diri, segera berkonsultasi dengan profesional, seperti psikolog, psikiater, atau klinik kesehatan mental.