Kenapa Israel tak "berani" menginvasi Lebanon?
Skenario perang terbuka antara Israel dan Hezbollah kian nyata setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Natanyahu menolak seruan gencatan senjata. Israel bahkan telah menerjunkan dua resimen pasukan cadangan di Komando Utara, cabang militer Israel yang saat ini terlibat perang dengan Hezbollah.
Selama sepekan terakhir, Israel telah membombardir kawasan selatan Lebanon. Setidaknya 550 orang tewas dan 90 ribu warga Lebanon mengungsi karena khawatir invasi Israel. Israel juga disebut-sebut sebagai "dalang" bom penyeranta dan walkie-talkie yang menewaskan sejumlah petinggi militer Hezbollah.
Eskalasi kekerasan dipicu serangan roket dan rudal yang diluncurkan Hezbollah selama beberapa pekan terakhir. Minggu (22/9) lalu, Hezbollah bahkan meluncurkan 100 roket ke Haifa dan sejumlah kota lainnya di Israel sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap Ibrahim Akil, salah satu komandan pasukan Hezbollah yang tewas dalam serangan udara Israel dua hari sebelumnya.
Deputi pemimpin Hezbollah, Naim Kassem mengatakan serangan roket itu merupakan awal dari "pertempuran terbuka tanpa akhir" dengan Israel. "Kami akui kami terluka. Kami manusia biasa. Tetapi, sebagaimana kami terluka, kalian (Israel) juga akan terluka," kata Kassem saat berpidato di pemakaman Akil.
Apakah perang Israel-Hezbollah tak terelakkan?
Meskipun Israel belum menggelar invasi darat, sebagian analis menyebut perang Israel-Hezbollah sudah pecah. Saling serang lewat roket dan rudal sudah menjadi simbol perang antara keduanya. Gencatan senjata diyakini bakal sulit tercapai setelah Netanyahu menolak proposal damai yang diusulkan Amerika Serikat (AS).
Ori Goldberg, analis politik asal Israel, mengatakan situasinya tak akan banyak berubah dalam beberapa hari ke depan. Apalagi, Israel hanya mengirimkan dua resimen tambahan ke kawasan perbatasan Israel-Lebanon.
"Dua resimen itu tak banyak jika rencananya untuk menginvasi Lebanon. Israel menerjunkan lebih banyak pasukan di Gaza untuk musuh yang tak sekuat Hezbollah," kata Goldberg seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (25/9) lalu.
Hezbollah terlibat konflik dengan Israel sejak militer Israel menginvasi Gaza untuk "menghabisi" Hamas sekira setahun lalu. Petinggi Hezbollah berulang kali menegaskan tak akan menghentikan serangan rudal dan roket mereka ke Israel sebelum militer Israel hengkang dari Gaza.
Imad Salamey, pakar politik dari Lebanese American University di Beirut mengatakan invasi ke Lebanon bisa diputuskan secara mendadak oleh Israel. Militer Israel hanya butuh waktu sekitar 72 jam untuk menyiapkan invasi.
"Israel mungkin percaya bahwa kontrol dan struktur komando Hezbollah melemah sehingga kelompok itu rapuh ketika mendapat serangan kilat dan tak punya kesempatan untuk konsolidasi," kata Salamey.
Kenapa Israel tak juga menggelar invasi darat ke wilayah Lebanon?
Wacana invasi darat ke Lebanon sudah beredar di kalangan petinggi militer Israel sejak Juli 2024. Namun, gagasan itu tak kunjung direalisasikan. Analis berpendapat Israel tak benar-benar berani menginvasi Lebanon karena pengalaman buruk mereka di masa lalu saat memasuki wilayah Lebanon.
Pada 2006, misalnya, Israel menginvasi Lebanon selatan dalam perang melawan Hezbollah. Situasinya serupa seperti saat ini. Israel mengambil opsi invasi darat setelah Hezbollah tak juga bertekuk lutut meskipun para petinggi militer tewas terbunuh dan serangan udara bertubi-tubi ke Lebanon.
"Para komandan Israel tahu bahwa menginvasi Lebanon bakal jauh lebih sulit ketimbang pertempuran melawan Hamas di Gaza. Sejak perang 2006 berakhir, Hezbollah juga sudah menyiapkan berbagai strategi dan mereka akan bertempur di tanah mereka sendiri," kata jurnalis senior BBC Jeremy Bowen dalam sebuah analisis.
Perang Israel-Hezbollah ketika itu dipicu penangkapan dua prajurit Israel. Lewat invasi darat, Israel berharap bisa melumpuhkan struktur komando Hezbollah dan mencegah personel paramiliter mereka meluncurkan roket dari Lebanon. Namun, upaya itu tak berhasil. Milisi Hezbollah menggelar taktik perang gerilya yang menyulitkan Israel.
Jauh sebelumnya, tepatnya pada 1982, Israel juga pernah menginvasi Lebanon untuk memburu personel Palestine Liberation Organization (PLO). Selain melumpuhkan PLO, Israel berharap bisa menguasai Beirut dan membidani lahirnya rezim pemerintahan baru yang didominasi kelompok Kristen di Lebanon.
Namun, invasi itu malah jadi bumerang. Eksistensi Israel di Lebanon memicu kelahiran Hezbollah. Sebelum bergabung di bawah Hezbollah, organisasi-organisasi paramiliter di Lebanon terpecah-pecah. Ketika itu, Hezbollah jadi dalang sejumlah serangan teroris paling mematikan terhadap pasukan perdamaian PBB dan Amerika Serikat di Lebanon.
Seberapa kuat Hezbollah saat ini?
Saat ini, Hezbolllah menguasai Beirut dan hampir seluruh wilayah di selatan Lebanon. Organisasi itu diperkirakan punya 30 ribu pejuang aktif dan 20 ribu pasukan cadangan. Mayoritas pasukan mereka terlatih dan punya pengalaman bertempur saat menyokong rezim Bashar al-Assad di Suriah.
Selain pasukan infanteri, Hezbollah juga punya gudang senjata yang lumayan lengkap. Kebanyakan analis memperkirakan Hezbollah punya kisaran 120 ribu-200 ribu roket dan misil, mulai dari yang tipe tak berpemandu hingga rudal jarak jauh yang mampu menjangkau kota-kota di Israel.