close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi perjudian. /Foto Unsplash/Keenan
icon caption
Ilustrasi perjudian. /Foto Unsplash/Keenan
Peristiwa - Hukum
Kamis, 27 Juni 2024 14:02

Kenapa Jabar dan DKI jadi sarang judi online?

Tambora jadi salah satu kecamatan yang paling parah terpapar judi daring.
swipe

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memetakan daerah-daerah rawan judi online di Indonesia berbasis nilai transaksi dan jumlah pemain. Tak hanya di tingkat provinsi, PPATK juga merinci kabupaten dan kota yang terpapar judi online. Kalangan pelaku juga teridentifikasi. 

Dari hasil kajian PPATK, Jawa Barat jadi provinsi dengan jumlah pemain dan besaran transaksi judi online terbesar, yakni pemain 535.644 dan total transaksi Rp3,8 triliun. DKI Jakarta berada di urutan kedua dengan jumlah pemain mencapai 238.568 orang dan nilai transaksi sebesar Rp2,3 triliun. 

Jawa Tengah ada posisi ketiga dengan total jumlah pemain sebesar 201.963 orang dan nilai transaksi sekitar Rp1,3 triliun, diikuti Jawa Timur dengan jumlah pemain sebesar 135.227 orang dan nilai transaksi Rp1,051 triliun. Banten berada pada posisi kelima dengan total jumlah pemain sebanyak 150.302 orang dan nilai transaksi mencapai Rp1,022 triliun.

Kota dan kecamatan mana saja dengan jumlah transaksi judi online terbesar? 

Menurut Menkopolhukam Hadi Tjahjanto mengatakan Jakarta Barat jadi kota dengan jumlah pemain judi online terbesar. Total nilai transaksi judi online mencapai Rp792 miliar. Pada posisi kedua, ada Kota Bogor dengan nilai transaksi sebesar Rp612 miliar, diikuti Kabupaten Bogor (Rp567 miliar), Jakarta Timur (Rp480 miliar), dan Jakarta Utara (Rp430 miliar).

Di tingkat kecamatan, Kecamatan Bogor Selatan teratas dengan jumlah pelaku sebanyak 3.720 orang dan nilai transaksi Rp349 miliar, diikuti Kecamatan Tambora dengan 7.916 pemain dan nilai transaksi Rp196 miliar serta Kecamatan Cengkareng dengan jumlah penjudi 14.782 orang dan nilai transaksi Rp176 miliar. Kecamatan Tanjung Priok ada pada posisi keempat dengan 9.554 pelaku dan nilai transaksi Rp139 miliar.

"Berikutnya, Kecamatan Kemayoran itu Rp118 miliar ada di sana dan pelakunya 6.080 orang. Kecamatan Kalideres Rp113 miliar dan pemainnya 9.825 orang, dan Kecamatan Penjaringan Rp108 miliar, pemainnya 7.127 orang,” kata Hadi kepada wartawan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (25/6) lalu. 

Dari kalangan mana saja pelaku judi online?

PPATK menemukan pemain judi online berasal dari hampir semua bidang profesi, termasuk di antaranya kalangan politisi, pejabat, pengusaha, dokter, notaris, wartawan, pensiunan, kuli, hingga ibu rumah tangga. 

Khusus di DPR, DPRD dan kesetjenan, PPATK mencatat nilai transaksi judi online yang cukup fantastis, yakni sebesar Rp25 miliar pada masing-masing instansi.  

"Kami sampaikan ada DPR, DPRD, dan sekretariat itu ada 63 ribu transaksi. Nah, untuk di sini saja, yang aktif itu kan kalau boleh saya sampaikan, ada sekitar 7 ribu sekian," kata Kepala PPATK Ivan  Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Rabu (26/6)

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto menyaksikan timnas sepak bola Indonesia berlaga di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2024). /Foto Instagram @hadi.tjahjanto

Apa langkah pemerintah selanjutnya?

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto selaku Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online mengaku timnya sedang fokus untuk mencegah serta memulihkan masyarakat yang kecanduan judi online. Pemerintah, kata dia, akan mengumpulkan para camat, lurah, kepala desa untuk "membina" para pemain judi online di daerah mereka masing-masing. 

Hadi berdalih belum menyasar para bandar judi online karena ingin fokus pada pencegahan terlebih dahulu. Meski begitu, Hadi memastikan penindakan hukum tetap digelar secara paralel. Aparat diterjunkan untuk mengusut dan menangkap orang-orang di balik situs judi online.

"Kominfo juga sudah memutus situs-situs ya contohnya adalah network ke akses provider sudah diputus sehingga mereka (bandar judi online)  saat ini tiarap," ujar Hadi.

Kenapa Jabar dan DKI jadi sarang judi online? 

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Josias Simon Runturambi berpendapat Jabar, DKI, dan tiga provinsi lainnya rawan judi online lantaran akses terhadap aplikasi judi online di kawasan tersebut relatif terbuka. Jabar dan kawan-kawan juga ditopang layangan jaringan internet yang baik. 

"Provinsi- provinsi ini punya akses cukup tinggi pada tawaran aplikasi judol (judi online) dan dukungan jaringan layanan yang baik. Hal lain adalah keterlibatan individual dalam aplikasi judol karena alasan hiburan, bertaruh, sarana tambahan pemasukan, tempat mudah meminjam (syarat mudah)," ucap Josias kepada Alinea.id, Rabu (26/6).

Josias tak sependapat jika pemerintah fokus pada pencegahan dan pemulihan korban judi online. Ia merasa janggal jika pemerintah bisa merinci data dan nilai transaski pemain, namun tak mampu menggulung para bandar judi daring. 

"Jenis kejahatan ini jenis konvensional yang harusnya lebih mudah dikontrol pelakunya (karena sudah diketahui meski di negara lain). Apalagi, melalui medsos (ponsel dan gadget) yang semua dikontrol regulasi. Nah, menjadi pertanyaan apakah ini kelemahan mengontrol itu? Apalagi, data di PDN (pusat data nasional) saja bocor," ucap Josias.
 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan