close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sekolah menengah atas di Jakarta. /Foto Antara
icon caption
Ilustrasi sekolah menengah atas di Jakarta. /Foto Antara
Peristiwa
Senin, 25 November 2024 14:14

Kenapa kita harus menolak penghapusan KJP?

Penghapusan KJP bisa bikin lebih dari 500 ribu siswa di DKI Jakarta putus sekolah.
swipe

Nasib program Kartu Jakarta Pintar (KJP) di DKI Jakarta berada di ujung tanduk. Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi mengungkapkan bahwa keputusan akhir mengenai keberlanjutan KJP akan ditentukan dalam waktu dekat. 

"Beri waktu kami untuk bahas dengan DPRD. Enggak lama. Kan hanya 3 hari saja," ujar Teguh kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (18/11). 

Spekulasi mengenai penghapusan KJP mencuat seiring dengan rencana penerapan kebijakan sekolah bebas biaya pada tahun 2025. Namun, penghapusan KJP dinilai berpotensi menciptakan kesenjangan dan diskriminasi baru dalam akses pendidikan. Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), lebih dari 500 ribu anak di Jakarta terancam kehilangan akses pendidikan jika KJP diputus. 

Menurut Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, setidaknya ada 295.000 anak di sekolah negeri terancam putus sekolah jika KJP dihapuskan. Anak-anak penerima KJP di sekolah negeri sudah menikmati fasilitas bebas biaya pendidikan sekaligus bantuan KJP. 

“Penghapusan KJP akan membawa dampak besar bagi masa depan pendidikan anak-anak di Jakarta, terutama mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu. Kami mendukung sekolah bebas biaya, tetapi KJP tetap harus dipertahankan sebagai pelengkap yang esensial,” katanya kepada Alinea.id, Jumat (22/11).

Selain anak-anak yang bersekolah di sekolah negeri, sebanyak 238.000 siswa di sekolah swasta terancam putus sekolah. Penghapusan KJP bisa menutup akses mereka untuk memenuhi kebutuhan penunjang pendidikan seperti seragam, buku, tas, dan alat sekolah lainnya.

Alih-alih menghapuskannya, Ubaid berharap KJP dipertahankan dan diperkuat tata kelolanya. "Dengan perbaikan regulasi, pendataan, dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan KJP. Hal ini penting untuk memastikan program ini tetap transparan, akuntabel, dan tepat sasaran," imbuhnya. 

Senada, pengamat pendidikan, Totok Soefijano berharap KJP tak dihapuskan. Menurut dia, program KJP  memiliki peran vital dalam memastikan anak-anak dari keluara miskin tetap dapat mengenyam pendidikan di Jakarta, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“KJP itu menjadi life line bagi banyak keluarga agar bisa menyekolahkan anaknya. Saya beberapa kali berkunjung ke sekolah-sekolah negeri dan swasta di Jakarta, dan lebih dari 50% siswa di sana menerima KJP. Itu menunjukkan betapa pentingnya bantuan ini,” ujar Totok kepada Alinea.id, Minggu (24/11).

Penghapusan KJP, lanjut Totok, bisa menyebabkan gelombang anak putus sekolah di DKI membesar. Siswa dari keluarga kurang mampu potensial meninggalkan bangku sekolah dan memilih bekerja demi membantu ekonomi keluarga karena tidak bisa membeli buku dan seragam. 

"Mereka lebih memilih bekerja. Padahal, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini adalah kewajiban serius yang tidak bisa diabaikan karena pendidikan adalah pondasi kemajuan kita,” tegasnya.

Pengamat pendidikan Jejen Musfah mengusulkan pembenahan pada mekanisme penyaluran KJP. Menurut dia, sebaiknya KJP dikelola langsung oleh sekolah dan tidak ditransfer ke orang tua. 

“Masalah utama KJP adalah ketidaktepatan penggunaannya. Alih-alih untuk kebutuhan sekolah, sering kali digunakan untuk hal-hal non-pendidikan. Jika dikelola oleh sekolah, anggaran ini bisa lebih tepat sasaran,” ujar dia kepada Alinea.id. 

Jika KJP dihapus, menurut Jejen, Pemprov DKI harus bisa memastikan kebutuhan dasar pendidikan siswa miskin tetap terpenuhi. Hal ini mencakup seragam, sepatu, tas, alat tulis, hingga kebutuhan transportasi mereka.

"KJP selama ini dianggap sebagai penyelamat bagi siswa dari keluarga pra-sejahtera, tidak hanya untuk membiayai pendidikan formal tetapi juga kebutuhan lainnya yang mendukung proses belajar. Penghapusan KJP tanpa alternatif yang jelas dikhawatirkan justru menimbulkan kesenjangan baru dalam akses pendidikan di Jakarta," tuturnya. 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan