Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI (Ditjen Imigirasi) sukses meringkus 16 buronan internasional yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Interpol sepanjang 2024. Teranyar, petugas Imigrasi menangkap YZ, warga Tiongkok yang diduga merupakan anggota sindikat judi online internasional.
YZ digulung petugas imigrasi Batam saat melintasi Pelabuhan Internasional Batam Center pada 2 Desember 2024 untuk berlibur. Menetap di Singapura selama bertahun-tahun, YZ diduga bertugas melakukan pencucian uang untuk geng kriminal yang mengoperasikan platform judi online di Tiongkok.
Selain penangkapan terhadap buron internasional, Imigrasi juga mencatat peningkatan jumlah WNA yang dijadikan tersangka dalam berbagai kasus tindak pidana keimigrasian. Pada 2024, sebanyak 130 WNA ditetapkan menjadi tersangka. Angka itu naik 228% jumlahnya jika dibandingkan tahun 2023.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Agus Andrianto memaparkan kementeriannya juga mengenakan tindakan administratif keimigrasian (TAK) terhadap 5.434 WNA sepanjang 2024. Angka itu meningkat sekitar 150% jika dibandingkan 2023.
"TAK bisa dilakukan selama WNA yang berada di Indonesia terbukti melakukan kegiatan berbahaya yang diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum," ujar Agus dalam keterangan resmi kepada wartawan, Senin (13/1)
Termasuk dalam kegiatan TAK, sebanyak 10.583 orang ditangkal masuk ke Indonesia pada 2024. Angka itu juga naik kisaran 58% jika dibandingkan dengan penangkalan di tahun 2023, yang jumlah kasusnya mencapai angka 6.673 orang.
"TAK juga dapat dikenakan kepada WNA yang tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” imbuh Agus.
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Josias Simon Runturambi mengatakan penangkapan 16 buron internasional oleh Ditjen Imigrasi patut diapresiasi. Namun, hal itu juga mengindikasikan Indonesia kian "populer" sebagai tempat persembunyian para buron.
Josias berpendapat meningkatnya jumlah buron dan WNA bermasalah di Indonesia merupakan dampak negatif dari upaya mempromosikan Indonesia sebagai tempat yang menarik untuk berinvestasi. Seiring itu, Indonesia masuk dalam peta jaringan dari ragam praktik kejahatan transnasional.
"Wajar banyak WNA karena Indonesia tempat menarik untuk berinvestasi, bekerja, dan berwisata. Tetapi, dampak negatif lain dugaan pelaku kejahatan transnasional (beragam) bisa jadi indikasi meningkatnya angka buronan. Luasnya wilayah Indonesia justru lahan bagi pelaku kejahatan transnasional," kata Josias kepada Alinea.id, Selasa (14/1).
Josias menduga masih banyak buronan yang telah menjadikan Indonesia sebagai tempat persembunyian. Ke depan, bukan tidak mungkin Indonesia terus kebanjiran WNA yang punya masalah hukum di negara mereka masing-masing.
"Kelanjutannya ini yang menjadi tantangan berikutnya dan perlu koordinasi antar lembaga. Kelanjutan proses hukum dan pencegahan tindak pidana sejenis ke depan," kata Josias.
Pakar hukum dari Universitas Atmajaya Yogyakarta, Al Wisnubroto merinci sejumlah faktor yang menyebabkan jumlah buronan dan angka kasus tidak pidana keimigrasian WNA meningkat di Indonesia. Pertama, meningkatnya mobilitas WNA.
Kedua, berlakunya Undang-Undang Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian). Beleid itu disahkan DPR dan pemerintah pada September 2024.
"Aturan itu memberikan wewenang lebih besar kepada pihak imigrasi untuk menangani pelanggaran hukum oleh WNA. Ketiga, bisa jadi karena peningkatan penegakan hukum, di mana tindakan administratif keimigrasian (TAK) juga meningkat secara signifikan," kata Wisnubroto kepada Alinea.id.
Wisnubroto mengatakan peningkatan penegakan hukum di bidang keimigrasian berimbas naiknya angka penangkapan buronan internasional. "Bisa jadi pula bahwa peningkatan WNA pelaku tindak pidana imigrasi disebabkan karena kurangnya SDM (petugas) yang terlatih untuk melakukan pengawasan efektif terhadap WNA," imbuh Wisnubroto.
Peningkatan penanganan jumlah kasus tindak pidana keimigrasian dapat dianggap sebagai langkah positif dalam penegakan hukum. Namun, menurut Wisnubroto, pelanggaran-pelanggaran WNA yang dicatat Ditjen Imigrasi juga bisa mencerminkan persoalan keimigrasian yang besar.
"Oleh karena itu, penegakan hukum yang efektif dan pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk memastikan bahwa semua pelanggaran dapat terdeteksi dan ditindaklanjuti dengan tepat," kata Wisnubroto.