Kenapa Trump ingin ambil alih Terusan Panama?
Dalam pidato pelantikan—dan beberapa kesempatan sebelumnya— di Capitol Rotunda, Washington DC, Amerika Serikat, Senin (20/1) waktu setempat, Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump menyatakan, dia akan mengambil kembali Terusan Panama dari negara Panama. Dia menambahkan, Amerika Serikat menghabiskan lebih banyak uang dan kehilangan 38.000 jiwa dalam pembangunan Terusan Panama.
Terusan Panama merupakan jalur air buatan, yang memiliki panjang 82 kilometer atau 51 mil, menghubungkan Samudera Atlantik dengan Samudera Pasifik, melintasi Tanah Genting Panama, yang merupakan jalur perdagangan maritim.
Bagaimana sejarah Terusan Panama?
Kanal buatan itu, dikutip dari The New York Times, dibangun Amerika Serikat antara tahun 1904 dan 1914. Selama beberapa dekade, pemerintah Amerika Serikat mengelolanya. Amerika Serikat pun berkontribusi besar dalam pembentukan negara Panama.
Awal abad ke-20, tanah genting Panama merupakan bagian dari Kolombia. Saat Kolombia menolak perjanjian soal terusan yang diusulan, pemerintah Amerika Serikat mendorong pemberontakan. Lalu, provinsi-provinsi di utara Kolombia memisahkan diri, membentuk Republik Panama. Angkatan Laut Amerika Serikat mencegah pasukan Kolombia untuk menekan pemberontakan itu.
Sejak 1914, Terusan Panama dikendalikan Amerika Serikat, lengkap dengan sistem hukum dan administratifnya sendiri. Menurut Economic Times, penduduk Zonia—orang-orang yang terkait dengan zona Terusan Panama, sebuah entitas politik yang berdiri tahun 1903 hingga 1999, kebanyakan ekspatriat Amerika yang membantu membantun dan memelihara Terusan Panama—menikmati manfaat, seperi perumahan gratis, pendidikan, dan akses kesehatan.
Akan tetapi, hal itu memicu kebencian di antara warga Panama, yang tak punya hak sama di dalam zona tersebut. Ketegangan meningkat pada 1964, yang puncaknya terjadi bentrokan disertai kekerasan.
The New York Times menulis, kerusuhan itu menyebabkan perundingan ulang perjanjian Terusan Panama. Pada 1977, Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dan pemimpin Panama Omar Efrain Torrijos meneken Perjanjian Torrijos-Carter.
Perjanjian itu menjamin netralitas permanen Terusan Panama. Usai periode pengelolaan bersama, perjanjian itu mengamanatkan agar Amerika Serikat menyerahkan kendali atas terusan tersebut pada 2000. Panama kemudian mengambil alih sepenuhnya pada 1999.
Bagaimana potensi ekonomi di Terusan Panama?
Situs web AS/COA menyebut, selama 25 tahun terakhir, Terusan Panama menjadi pusat perdagangan internasional. Di bawah Panama, terusan ini diperluas, yang dikerjakan pada 2007 hingga 2016.
Perluasan tersebut membantu menjaga peran penting terusan ini dalam perdagangan global, yang memungkinkan kapal-kapal besar bisa menyeberang jalur air itu. Pada 2024, pendapatan dari Terusan Panama mencapai hampir 5 miliar dolar AS, yang mewakili sekitar 4% dari produk domestik bruto (PDB) Panama.
Setiap tahun, sebut AS/COA, 5% perdagangan global diperkirakan melewati Terusan Panama. Rute perdagangan utama yang dilayani oleh terusan itu adalah kargo yang datang dari dan ke Pantai Timur Amerika Serikat dan Asia. Komoditas utama yang diangkut, antara lain logam, mineral, minyak, bahan bakar, biji-bijian, dan bahan kimia.
“Sekitar 40% dari semua lalu lintas peti kemas Amerika Serikat melewati pintu air Panama itu,” tulis AS/COA.
“Dengan demikian, Amerika Serikat dengan margin yang besar, masih menjadi pengguna utama terusan tersebut, sebagai negara asal atau tujuan dari 74% ton kargo yang dikirim melintasinya. China dan Jepang menyusul, dengan masing-masing 21% dan 14%.”
Apa klaim Trump dan penjelasan Panama?
Menurut profesor politik internasional dari Universitas Lancaster di Inggris, Amalendu Misra dalam tulisannya di The Conversation, pembangunan kanal itu adalah proyek besar. Amerika Serikat mengeluarkan biaya 375 juta dolar AS—setara 13 miliar dolar AS dalam nilai mata uang saat ini—menjadikannya proyek konstruksi termahal dalam sejarah Negeri Paman Sam saat itu.
Amerika Serikat pun mengerahkan banyak sumber daya untuk pembanguann, pemeliharaan, dan pengoperasian jalur air internasional tersebut. Trump menyatakan, Terusan Panama sangat penting bagi Amerika Serikat. Namun, dia menganggap—secara keliru—kalau operasional Terusan Panama diserahkan kepada China.
Dikutip dari Economic Times, Trump pun mengklaim, kapal-kapal Amerika dikenakan biaya yang sangat mahal dan tidak diperlakukan secara adil.
Dilansir dari The New York Times, Presiden Panama Jose Raul Mulino menyatakan, kapal-kapal Amerika Serikat tidak dikenakan biaya yang mahal. Tarif yang dikenakan terhadap kapal kargo dan kapal perang, bukan atas dasar keinginan semata. Namun, semua negara dikenakan biaya yang sama, meski berbeda berdasarkan ukuran kapal.
Tarif itu ditetapkan dalam pertemuan publik oleh Otoritas Terusan Panama, dengan mempertimbangkan kondisi pasar, persaingan internasional, biaya operasional, dan pemeliharaan. Tarif memang meningkat akhir-akhir ini karena kekeringan parah yang dialami Panama sejak 2023, yang dipicu kombinasi fenomena El Nino dan perubahan iklim.
Sementara soal China yang mengoperasikan Terusan Panama, Mulino membantahnya. Namun, memang ada perusahaan yang berkantor pusat di Hong Kong bernama Hutchison-Whampoa, yang mengoperasikan dua pelabuhan di ujung kanal.
Apakah pengambilalihan bakal mudah?
The New York Times menyebut, tak mudah bagi Amerika Serikat mengambil alih Terusan Panama. Sebab, ada perjanjian yang menetapkan netralitas permanen dan menjamin operasionalnya terbuka serta aman bagi semua negara.
Namun, Trump bisa saja menggunakan opsi militer, dengan memerintahkan invasi ke Panama. Menurut The New York Times, berdasarkan konstitusinya, Panama tak punya angkatan bersenjata.
Amalendu Misra dalam The Conversation mengatakan, Trump tidak bisa mengambil alih kendali kanal secara hukum, tetapi tak ada yang menghalanginya untuk melakukan pengambialihan secara militer.
Akan tetapi, jika mengambil alih secara paksa, hal itu bakal sangat merusak posisi Amerika Serikat di Amerika Latin. Misra menulis, hal itu juga kemungkinan akan mendorong banyak negara yang khawatir di kawasan itu untuk menarik diri dari Organisation of American States—lembaga antarpemerintah yang sebagian besar anggotanya negara Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Karibia.
Lebih parah lagi, bisa mendorong banyak negara yang takut, secara terbuka mencari aliansi militer dengan musuh-musuh Amerika Serikat, seperti Rusia, China, dan Iran.
“Jika Amerika Serikat ingin melanggar hukum internasional dan bertindak seperti Vladimir Putin, Amerika Serikat bisa saja menyerbu Panama dan merebut kembali terusan tersebut,” ujar Direktur Program Amerika Latin Wilson Center di Washington, Benjamin Gedan kepada The New York Times.
“Tidak ada yang akan menganggapnya sebagai tindakan yang sah, dan itu akan membawa kerusakan parah tidak hanya pada citra mereka, tetapi juga ketidakstabilan di kawasan Terusan Panama tersebut.”