Sosiolog Sigit Rochadi menilai, pemerintah akan kesulitan dalam memberantas judi online. Menurut dia, penegakan hukum yang tegas hanya akan mengurangi korban judi online.
Sigit mengatakan, judi merupakan kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging. Berbagai norma, agama, dan hukum positif sudah melarang perjudian. Tetapi judi masih terus dipraktekkan oleh masyarakat. Di era teknologi internet yang kian pesat, permainan judi pindah ke aplikasi.
"Judi online lebih leluasa dipraktekkan oleh semua lapisan masyarakat karena diperantai oleh aplikasi, tidak bertatap muka, dapat dilakukan di mana saja, menjanjikan hasil yang besar, mudah menjalankannya dan tidak memerlukan modal besar. Belum lagi para endorsement yang rata-rata public figure menarik dan menjanjikan kemenangan," kata Sigit.
Dia mengatakan, kemajuan teknologi yang tidak disertai dengan literasi yang baik dan benar, mengurung masyarakat dan menghadapkan masyarakat pada pilihan terbatas. Situasi ini memaksa masyarakat mengikuti tren.
"Kecanduan bermain media sosial, game, video porno dan aplikasi-aplikasi termasuk judi, pada awalnya sekedar ikut trend kemudian menjadi kecanduan," ujar Sigit.
Apakah bisa diberantas? Sigit tidak yakin. Menurut dia, pemerintah hanya mungkin mengurangi aktivitas judi online. Syaratnya, ada penegakan hukum yang tegas.
"Dikurangi dengan penegakkan hukum yang benar-benar tegas dan adil bisa, tetapi memberantasnya tidak bisa," katanya.
Sigit berharap, pemberantasan terus dilakukan dengan berbagai cara dan melibatkan para pihak, mulai dari sektor pendidikan hingga aparat hukum.
"Kebijakan disinsentif perlu dilakukan. Pelajar yang terlibat judi tidak mendapat bantuan pendidikan, keluarga yang terlibat judi tidak berhak menggunakan KIS," ujar Sigit.