Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP), mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/1). Agenda utama rapat adalah membahas jadwal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024, khususnya terkait sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024, pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 dijadwalkan pada dua tanggal utama. Yakni, pelantikan gubernur dan wakil gubernur pada 7 Februari 2025, sementara bupati dan wali kota pada 10 Februari 2025. Namun sayangnya, jadwal ini hanya berlaku untuk kepala daerah yang tidak terlibat sengketa PHPU di MK.
Terkait itu, Komisi II mencatat ada tiga klaster sengketa PHPU Pilkada yang terdaftar di MK, yaitu 23 perkara PHPU untuk gubernur/wakil gubernur di 16 provinsi, 238 perkara PHPU untuk bupati/wakil bupati, dan 49 perkara PHPU untuk wali kota/wakil wali kota di 233 kabupaten/kota.
Oleh karena itulah, diskusi terkait jadwal pelantikan ini dilakukan untuk memberikan solusi terbaik. Sehingga, proses pilkada dan pelantikan kepala daerah dapat berjalan lancar tanpa mengorbankan kepastian hukum dan politik.
"Mari kita bicarakan dengan baik, agar bangsa ini mendapat solusi terbaik. Pilkadanya selesai, tetapi kepala daerah definitif bisa segera dilantik," katanya dalam RDP dengan Mendagri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (22/1).
Sebagai tindak lanjut, Komisi II DPR, meminta Mendagri untuk mengusulkan revisi Perpres Nomor 80 Tahun 2024 kepada presiden. Tujuannya, untuk menyesuaikan tata cara pelantikan dengan kebutuhan teknis terkait sengketa PHPU.
Sementara, Mendagri Tito Karnavian, menyampaikan beberapa opsi pemerintah pusat terkait pelaksanaan pelantikan kepala daerah. Ketiga opsi ini, mempertimbangkan proses hukum, kepastian politik, dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan pemerintahan.
Opsi pertama (tanpa sengketa PHPU di MK), gubernur/wakil gubernur dilantik oleh presiden pada 6 Februari 2025. Sedangkan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota, dilantik pada 10 Februari 2025, baik oleh presiden atau gubernur yang telah dilantik.
Opsi dua (setelah sengketa PHPU selesai di MK), gubernur/wakil gubernur dilantik pada 17 April 2025 oleh presiden. Sementara bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota pada 21 April 2025.
Sedangkan opsi ketiga (setelah putusan dismissal MK), gubernur/wakil gubernur dilantik oleh presiden pada 20 Maret 2025. Sementara bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota pada 24 Maret 2025.
Tito juga menekankan pentingnya menjaga keserentakan pelantikan kepala daerah untuk memastikan stabilitas politik dan kelancaran pemerintahan. Meski demikian, ia mengakui kalau beberapa kepala daerah mungkin lebih memilih dilantik oleh pejabat definitif atau langsung oleh presiden dibandingkan penjabat sementara.
"Menjamin kepastian politik dan penyelenggaraan pemerintahan serta stabilitas politik yang berdampak pada situasi ekonomi, sosial dan keamanan. Menjamin efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program strategis nasional dan program yang sesuai dengan visi-misi kepala daerah definitif sehingga berpengaruh terhadap percepatan perkembangan daerah,” ujarnya.