close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto tangkapan layar Instagram @bang.rifqi.mrk.
icon caption
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto tangkapan layar Instagram @bang.rifqi.mrk.
Peristiwa
Selasa, 11 Februari 2025 20:33

Komisi II DPR evaluasi DKPP secara konstruktif dan solutif

DPR melaksanakan evaluasi terhadap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
swipe

Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR melaksanakan evaluasi terhadap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai bagian dari implementasi Tata Tertib (tatib) DPR yang baru. Evaluasi ini dilakukan dalam rapat tertutup untuk menjaga harkat dan martabat mitra kerja, sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan fungsi pengawasan.

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pertemuan ini bertujuan untuk menilai kinerja DKPP sebagai lembaga peradilan etik bagi penyelenggara pemilu. Dalam evaluasi ini, hanya dua pimpinan DKPP yang hadir, sesuai dengan hasil proses fit and proper test oleh Komisi II DPR.

“Kami melakukan dua hal. Pertama, evaluasi secara institusional terhadap kinerja mereka, karena ini adalah peradilan etik kepemiluan yang berkaitan dengan putusan-putusan DKPP,” ujar Rifqi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/2).

Prinsip transparansi dan akuntabilitas

Rifqi menjelaskan rapat dilakukan secara tertutup untuk menjaga integritas proses evaluasi.

“Kenapa kami lakukan secara tertutup? Karena kami ingin menjaga harkat dan martabat mitra kerja kami,” katanya.

Hasil evaluasi ini nantinya akan diserahkan kepada Pimpinan DPR, sesuai dengan ketentuan Pasal 228A Ayat 1 dan Ayat 2 Tatib DPR RI, untuk ditindaklanjuti bersama pemerintah.

“Akan kami serahkan ke pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambah Rifqi.

Masukan untuk DKPP

Dalam evaluasi ini, Komisi II DPR menemukan beberapa aspek yang perlu diperbaiki, terutama terkait manajemen pengaduan, pemeriksaan, dan persidangan di DKPP. Salah satu catatan penting adalah adanya perbedaan dalam proses persidangan, di mana beberapa pengaduan diproses lebih cepat dibandingkan yang lain.

“Ada pengaduan yang sudah sangat lama tidak disidangkan, tetapi ada juga yang baru masuk langsung cepat disidangkan dan bahkan cepat diputus,” kata Rifqi.

Selain itu, Komisi II menyoroti kecenderungan DKPP dalam mendahulukan perkara yang diadukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dijadikan referensi dalam pembuktian. Menurut Rifqi, hal ini perlu dikaji ulang karena peradilan etik DKPP dan MK merupakan dua ranah yang berbeda.

“Jangan sampai peradilan etik memutuskan terlebih dahulu, sementara MK yang diberikan kewenangan konstitusional belum memutuskan apapun. Ini bisa menjadi masalah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rifqi memastikan evaluasi ini dilakukan secara kritis, konstruktif, dan solutif, bukan untuk menyudutkan DKPP.

“Kami tetap menjaga harkat dan martabat mitra kerja yang sedang dievaluasi. Kami tidak ingin memojokkan, tapi kami punya rekamannya di Komisi II. Jadi, kalau nanti ada klaim seolah-olah mereka dizalimi, kita bisa buktikan evaluasi ini berdasarkan data dan fakta,” tegasnya.

Evaluasi ini diharapkan dapat memperkuat peran DKPP dalam menjaga integritas penyelenggaraan pemilu, sekaligus memastikan sistem peradilan etik yang lebih transparan, profesional, dan akuntabel.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan