Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan komitmennya dalam menciptakan regulasi yang lebih jelas dan adil bagi ekosistem transportasi daring di Indonesia.
Ketua Komisi V DPR Lasarus, menyoroti ketidakjelasan hubungan antara perusahaan aplikasi transportasi daring dengan mitra pengemudi, yang dinilai perlu diatur lebih rinci dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ).
“Status mitra pengemudi ini harus jelas dalam regulasi. Di perusahaan tradisional, ada seleksi, pelatihan, dan evaluasi sebelum karyawan dipekerjakan. Tapi dalam layanan transportasi daring, pengemudi langsung bertanggung jawab atas keselamatan penumpang. Siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan?” ujar Lasarus, di Gedung DPR, Kamis (6/3).
Pernyataan ini menegaskan pentingnya perlindungan yang lebih kuat bagi mitra pengemudi sekaligus memberikan kepastian hukum bagi perusahaan aplikasi transportasi daring. Dengan regulasi yang lebih jelas, keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dapat tercapai, sehingga ekosistem transportasi daring dapat berkembang secara berkelanjutan.
Keselamatan dan keamanan jadi fokus utama
Selain kejelasan status mitra pengemudi, Lasarus juga menekankan pentingnya pengaturan lebih rinci mengenai kelayakan kendaraan yang digunakan. Saat ini, belum ada mekanisme yang jelas mengenai siapa yang bertanggung jawab memastikan kendaraan dalam kondisi aman sebelum digunakan untuk mengangkut penumpang.
“Keselamatan harus jadi prioritas. Jika terjad i masalah pada kendaraan, siapa yang bertanggung jawab? Apakah pengemudi, perusahaan aplikasi, atau ada pihak lain? Ini yang harus dipastikan dalam regulasi,” kata Lasarus.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti pentingnya sistem keamanan dalam layanan transportasi daring. Menurutnya, meskipun berbagai fitur keamanan telah diterapkan, celah dalam sistem masih bisa dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab. Oleh karena itu, regulasi yang akan disusun harus mampu mengantisipasi berbagai potensi risiko, baik bagi mitra pengemudi maupun penumpang.
“Sistem keamanan yang ada masih punya celah. Jika terjadi pelanggaran, siapa yang harus menanggung jawabnya?” tegasnya.
Langkah proaktif DPR: Libatkan mitra pengemudi dan masyarakat
Dalam upaya menciptakan regulasi yang inklusif dan berpihak pada semua pihak, Komisi V DPR mengundang perwakilan mitra pengemudi untuk memberikan masukan lebih lanjut dalam pembahasan RUU LLAJ. Selain itu, dialog dengan Masyarakat Transportasi Indonesia serta Badan Perlindungan Konsumen juga dilakukan guna mendapatkan perspektif yang lebih luas.
“Kami bahas RUU ini secara mendetail, agar tidak ada lagi ketidakjelasan dalam regulasi transportasi daring. Hukum harus jelas dan tidak bisa ada interpretasi yang berbeda-beda. Kami akan pastikan regulasi ini tidak meninggalkan ruang abu-abu,” tutur Lasarus.
Langkah ini menunjukkan keseriusan DPR RI dalam mewujudkan ekosistem transportasi daring yang lebih aman, adil, dan berkelanjutan. Dengan regulasi yang lebih jelas, tidak hanya mitra pengemudi yang mendapatkan kepastian hukum, tetapi juga penumpang yang semakin terlindungi dalam menggunakan layanan transportasi daring di Indonesia.
Diketahui, Komisi V DPR mengusulkan RUU LLAJ masuk dalam program legislatif nasional tahun 2025.